Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Fakultas Hukum UGM, Zaenur Rohman, mengatakan pemerintah, yang telah mengobral pembebasan bersyarat bagi napi kasus korupsi, menunjukkan korupsi tidak dianggap lagi sebagai kejahatan luar biasa (7/9/2022). Kini, semua terpidana korupsi berhak mendapatkan remisi. Sebentar saja menjalani pidana, seorang terpidana korupsi itu sudah bisa mendapatkan pembebasan bersyarat. Sejak MA membatalkan PP No 99/2012 pada 2021, terpidana korupsi semakin mudah memperoleh remisi. Padahal lewat peraturan itu, remisi terhadap terpidana korupsi sangat dibatasi dengan diterapkannya beberapa syarat di antaranya menjadi pelaku yang bekerja sama membongkar kasus korupsi yang dilakukan serta sudah membayar lunas denda dan uang pengganti.
Menurut Koordinator Humas dan Protokol Dirjen Pemasyarakatan Kemenkumham, Rika Aprianti, 23 napi korupsi yang memperoleh pembebasan bersyarat itu telah dikeluarkan pada 6 September dari Lapas Kelas I Sukamiskin (Jawa Barat) dan Lapas Kelas IIA Tangerang (Banten). Menurut Rika, 23 napi kasus korupsi yang memperoleh pembebasan bersyarat itu merupakan bagian dari 1.368 napi dari semua kasus pidana di seluruh Indonesia yang mendapatkan hak pembebasan bersyarat, cuti bersyarat, dan cuti menjelang bebas. Dasar pemberian hak itu adalah Pasal 10 Undang-Undang No 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan.
Zaenur menambahkan, jika negara masih serius ingin memberantas korupsi dan menganggapnya sebagai permasalahan yang laten, harus ada efek jera. Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri, juga menyampaikan bahwa korupsi, yang telah diklasifikasi sebagai kejahatan luar biasa, sepatutnya ditangani dengan cara-cara ekstra.