Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan fakta bahwa konsumsi rokok rumah tangga miskin di Indonesia menjadi yang terbesar kedua setelah konsumsi beras. Hal ini yang menjadi salah satu pertimbangan pemerintah mengerek cukai rokok di tahun depan. “Konsumsi rokok merupakan konsumsi kedua terbesar dari rumah tangga miskin, yaitu mencapai 12,21 persen untuk masyarakat miskin perkotaan dan 11,63 persen untuk masyarakat pedesaan,” katanya, Kamis (3/11/2022). Ini adalah kedua tertinggi setelah beras, bahkan melebihi konsumsi protein seperti telur dan ayam, serta tahu, tempe yang merupakan makanan-makanan yang dibutuhkan oleh masyarakat,” lanjut Sri Mulyani.
Hal itulah yang menurut Sri Mulyani menjadi salah satu pertimbangan pemerintah saat menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT). Di samping itu, pemerintah juga memperhatikan target penurunan prevalensi perokok anak usia 10-18 tahun menjadi 8,7 persen. Target tersebut sudah tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Pertimbangan lain adalah pemerintah ingin mengendalikan konsumsi maupun produksi rokok. Sri Mulyani berharap kenaikan cukai rokok dapat berpengaruh terhadap menurunnya keterjangkauan rokok di masyarakat.
“Pada tahun-tahun sebelumnya, di mana kita menaikkan cukai rokok yang menyebabkan harga rokok meningkat, sehingga affordability atau keterjangkauan terhadap rokok juga akan makin menurun. Dengan demikian diharapkan konsumsinya akan menurun,” jelas Sri Mulyani. Sekadar informasi, pemerintah memutuskan untuk menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) untuk rokok sebesar 10 persen pada 2023 dan 2024. Selain itu, diputuskan juga mengatrol tarif cukai rokok elektrik dan produk hasil pengolahan hasil tembakau lainnya (HPTL). Kenaikan tarif cukai ini akan terus berlangsung setiap tahun selama lima tahun ke depan.