Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Singgih Januratmoko menyebut persetujuan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah menjadi undang-undang (UU) sebagai sebuah transformasi fundamental dalam pelayanan jamaah haji Indonesia. Untuk itu, dia menyambut baik keputusan DPR menyetujui RUU Haji menjadi UU yang disebutnya sebagai produk legislasi hasil kerja keras dan kolaborasi antara DPR, pemerintah, serta berbagai pemangku kepentingan, termasuk asosiasi penyelenggara haji dan umrah.
Dia lantas menyoroti salah satu poin terpenting dalam revisi UU Haji dan Umroh, yakni Badan Penyelenggara Ibadah (BP) Haji yang dilebur menjadi Kementerian Haji dan Umrah. Menurut dia, perubahan tersebut akan mempermudah koordinasi, mempercepat pengambilan keputusan, dan meningkatkan efisiensi birokrasi dalam penyelenggaraan ibadah.
Terkait pengelolaan kuota haji tambahan yang ikut diatur dalam RUU Haji, dia menegaskan bahwa penambahan kuota akan diatur dengan transparan dan akuntabel, serta memprioritaskan antrean panjang yang sudah ada sehingga dapat memperpendek masa tunggu bagi calon jemaah. Adapun mengenai kuota haji khusus sebesar delapan persen umrah mandiri yang sempat menjadi perdebatan, Singgih menyebut kedua skema tersebut telah diatur dengan cermat untuk memastikan tidak ada praktik yang merugikan. Dia menambahkan bahwa revisi ketiga UU Haji tersebut merupakan langkah maju guna memastikan tata kelola haji dan umrah yang lebih kuat, akuntabel, dan berpihak pada jamaah.
RUU Haji