Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 (PSLB), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rosa Vivien Ratnawati mengatakan pihaknya berupaya untuk melakukan pengurangan sampah plastik. Saat ini ada dua regulasi untuk memastikannya yaitu UU N0. 18/ 2008 tentang Pengelolaan Sampah yaitu pada pasal 15 dimana sudah diamanatkan bahwa Produsen wajib mengelola kemasan dan/atau barang yang diproduksinya yang tidak dapat atau sulit terurai oleh proses alam. Hal ini kemudian lebih lanjut secara teknis diatur dalam PermenLHK P.75 tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen.
Menurut Rosa Vivien, peta jalan pengurangan sampah setidaknya mengatur mengenai dua hal yaitu pertama, perusahaan untuk melakukan re-design wadah/kemasannya agar mudah dikumpulkan diguna ulang, mudah dikumpulkan, bernilai ekonomis dan dapat di daur ulang menjadi bahan baku kemasan yang sama sebagai upaya menerapkan ekonomi sirkuler, dan menjual produk/jasa tanpa kemasan/wadah serta phase out produk/kemasan bermasalah. Adapun langkah kedua, perusahaan diminta untuk menarik dan mengumpulkan kembali sampah kemasan paska konsumsi untuk didaur ulang atau dapat dimanfaatkan lagi. Selain itu diharapkan pada tahun 2029 produsen dapat mengurangi sampah wadah/kemasannya sebesar 30 persen.
Berbicara persoalan sampah plastik, lanjut Vivien, maka pergeseran pola hidup atau life style dan pola konsumsi masyarakat Indonesia khususnya dalam penggunaan plastik sekali pakai berandil besar terhadap kondisi tersebut. Pada tahun 2015, terdapat 9.85 miliar lembar sampah kantong plastik dihasilkan dan hampir 95 persen berakhir di TPA. Sementara itu, 93 juta batang sedotan plastik dipakai setiap hari di Indonesia berakhir menjadi sampah tak terkelola. Hal ini belum temasuk sampah yang dihasilkan dari penggunaan kemasan plastik lainnya seperti kemasan sachet dan styrofoam yang tanpa disadari, kondisi ini telah berdampak tidak hanya terhadap penuhnya TPA tetapi juga telah mencemari lautan di Indonesia.