Kian Ramai Penolakan RUU TNI-Polri-Kejaksaan

Berbagai elemen masyarakat, termasuk legislator, organisasi non-pemerintah, dan kelompok advokasi perempuan, menyuarakan penolakan terhadap revisi Undang-Undang TNI, Polri, dan Kejaksaan. Revisi regulasi tersebut dipandang mengandung ketentuan yang memicu perdebatan, seperti perluasan kewenangan institusi militer dan penempatan prajurit aktif di jabatan sipil. Selain itu, usulan perpanjangan usia pensiun dinilai tidak selaras dengan banyaknya personel yang saat ini tidak mendapatkan penugasan.

Dinamika legislasi ini semakin mencuat seiring dengan masuknya revisi UU TNI dalam Program Legislasi Nasional Prioritas 2025, sementara proses serupa untuk UU Polri masih menunggu pengajuan resmi dari pemerintah. Kekhawatiran muncul bahwa ketentuan baru berpotensi menghidupkan kembali praktik dwifungsi militer, mengaburkan batas antara otoritas sipil dan militer, serta mempersempit ruang demokrasi. Kritik ini diperkuat dengan adanya seruan dari berbagai lembaga yang menyoroti kemungkinan pelemahan kontrol terhadap institusi penegak hukum.

Gelombang penolakan semakin meluas dengan adanya intervensi dari berbagai organisasi masyarakat sipil yang menilai revisi ini dapat membuka celah bagi pendekatan represif terhadap hak-hak warga. Koalisi Perempuan Indonesia dan sejumlah lembaga advokasi menegaskan bahwa perubahan regulasi tersebut dapat memperbesar potensi penyalahgunaan kewenangan dan memunculkan kebijakan yang cenderung membatasi kebebasan sipil. Polemik ini menandakan perlunya kajian mendalam sebelum kebijakan baru disahkan, guna memastikan keseimbangan antara kebutuhan reformasi kelembagaan dan prinsip demokrasi.

Search