Pencopotan secara tiba-tiba Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Aswanto oleh DPR berbuntut panjang. Sejumlah mantan hakim MK melawan balik dan menyatakan bahwa keputusan yang diambil DPR mencopot Aswanto melanggar Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan sejumlah aturan lain. Eks hakim MK tersebut yakni Mahfud yang kini menjadi Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Jimly Asshiddiqie, Maruarar Siahaan, dan Hamdan Zoelva. Kemudian terdapat Laica Marzuki, Haryono, Ahmad Sodiki, Maria Farida Indrati, dan I Dewa Gede Palguna yang hadir secara daring.
Dari hasil pertemuan tersebut mereka menyatakan bahwa pencopotan Aswanto oleh DPR melanggar aturan. “Melanggar UUD, bertentangan dengan UU dan salah pahami isi dan maksud surat pemberian konfirmasi oleh MK seolah permintaan konfirmasi dari MK,” kata Jimly melalui pesan singkat, Sabtu. Jimly menyatakan, hakim konstitusi yang diajukan oleh DPR bukan berarti menjadi perwakilan DPR di MK. Sementara itu, Mahfud menyatakan pemerintah tidak akan mencampuri keputusan DPR yang mengganti Aswanto. Mahfud mengatakan, hal itu merupakan ranah DPR karena terdapat peraturan yang mengatur bahwa hakim MK berasal dari pilihan DPR, pemerintah, dan Mahkamah Agung. Mengenai usul agar Presiden Joko Widodo tidak melantik Guntur Hamzah yang diusulkan DPR menggantikan Aswanto, Mahfud mengaku akan mempelajarinya. Sebab, kata dia, hukum tata negara mengatur bahwa presiden tidak mengangkat sosok yang dipilih oleh DPR, melainkan meresmikan.
Sebagaimana diketahui, Aswanto dicopot dan digantikan oleh Sekretaris Jenderal MK Guntur Hamzah. Melalui Rapat Paripurna DPR pada Kamis (29/9/2022), DPR mengesahkan Guntur menjadi hakim MK. Pengesahan ini cukup mengejutkan. Sebab, pengesahan itu tidak masuk dalam agenda rapat paripurna DPR hari ini.