Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi dan Kepala Bulog Bayu Krisnamurthi dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyangkut dugaan mark up impor 2,2 juta ton beras di angka fantastis Rp 2,7 triliun. Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR) Hari Purwanto menyampaikan dugaan mark up dua lembaga yang bertanggungjawab atas impor beras karena tak profesional dalam menentukan harga. Hal ini berpengaruh pada selisih harga beras impor yang berubah drastis. “Harganya jauh di atas harga penawaran. Ini menunjukkan indikasi terjadinya praktik mark up. KPK harus bergerak dan memeriksa Kepala Bapanas dan Kepala Bulog,” ujar Hari.
Hari menjelaskan dugaan mark up dengan menyebutkan perusahaan asing asal Vietnam bernama Tan Long Group memberikan penawaran untuk 100.000 ton beras seharga USD 538 per ton dengan skema FOB dan USD 573 per ton dengan skema CIF, sementara dalam laporan Badan Pusat Statistik (BPS) tercatat pada Maret 2024, Indonesia mengimpor beras sebanyak 567,22 ribu ton atau senilai USD 371,60 juta. Data BPS tersebut mengartikan bahwa Bulog mengimpor beras dengan harga rata-rata USD 655 per ton, dimana angka ini lebih besar dari harga penawaran Tan Long Group. Hari menduga dari nilai ini muncul selisih harga sebanyak USD 82 per ton.
Tak hanya persoalan dugaan mark up, Bapanas-Bulog juga dilaporkan kasus dugaan kerugian negara akibat demurage (denda) pelabuhan impor beras senilai Rp294,5 miliar. Hari menduga kerugian ini muncul karena tertahannya 490 ribu ton beras impor Bulog di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta dan Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya pada pertengahan hingga akhir Juni 2024.