Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengusulkan pemberian insentif fiskal berupa pajak penjualan atas barang mewah ditanggung pemerintah (PPnBM DTP) untuk pembelian mobil yang diproduksi di dalam negeri. Langkah ini diambil untuk mengatasi stagnasi pasar mobil domestik yang berada di level 1 juta unit per tahun selama 10 tahun terakhir. Insentif ini diyakini dapat mendongkrak penjualan mobil domestik dan pada akhirnya menggairahkan ekonomi nasional. Situasi serupa terjadi pada 2021 saat pemerintah mengucurkan insentif yang sama untuk membangkitkan pasar mobil yang sempat terpuruk akibat pandemi Covid-19.
Pasar mobil bangkit pada 2021 berkat insentif PPnBM, namun tren itu tidak berubah banyak memasuki 2022 hingga 2023, di mana penjualan mobil hanya mencapai 1 juta unit. Memasuki 2024, penjualan mobil domestik malah merosot. Per Mei 2024, penjualan mobil turun 21% menjadi 334 ribu unit, dipicu berbagai faktor, antara lain kenaikan suku bunga global, lonjakan NPL, dan pengetatan pemberian kredit dari perusahaan pembiayaan. Gaikindo kemungkinan merevisi target penjualan mobil 2024 sebanyak 1,1 juta unit, dengan mempertimbangkan sejumlah faktor penekan pasar. Berdasarkan data Kemenperin, saat program PPnBM DTP diberlakukan pada Maret-Desember 2021, penjualan mobil melonjak 113 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Pada 2022, program tersebut berhasil meningkatkan penjualan selama Januari-Mei menjadi 95 ribu unit.
Menperin menjelaskan bahwa berdasarkan kajian akademisi dari LPEM UI, stagnasi penjualan mobil di Indonesia dipengaruhi oleh melemahnya daya beli masyarakat. Hal ini menyebabkan masyarakat beralih ke mobil bekas karena tidak mampu membeli mobil baru. Untuk mengatasi hal tersebut, Menperin menyatakan bahwa diperlukan program untuk menstimulasi pembelian mobil baru di masyarakat. Pemberian stimulus harus tetap mengedepankan komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi karbon.