Polri telah mengeluarkan peraturan baru terkait syarat untuk mendapatkan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK). Salah satu syaratnya adalah warga negara harus melampirkan bukti kepesertaan BPJS Kesehatan. Dasar dari keputusan ini adalah untuk mengoptimalkan program jaminan kesehatan nasional (JKN) di Indonesia. Sementara itu, Kementerian Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) menyambut baik uji coba ini.
Pihaknya melihat, masih banyak warga yang tidak mengaktifkan kepesertaan BPJS Kesehatan miliknya. Padahal, BPJS Kesehatan sangat diperlukan sebagai bagian perlindungan bagi masyarakat. “Jangan sampai kalau kemudian dia ada sesuatu ternyata tidak terlindungi. Kemudian prinsip yang sangat penting bahwa di dalam pelaksanaan jaminan kesehatan ini ada prinsip gotong royong,” kata Deputi I Kemenko PMK Prof Nunung Nuryartono dalam acara Deputi Meet The Press di Jakarta, Senin (4/3/2024). Nunung menilai, prinsip gotong royong atau subsidi silang dalam program JKN sangat membantu masyarakat menengah ke bawah. “Kalau prinsip gotong royong ini disadarkan, kita pahami semuanya, maka kita akan membayar iuran (BPJS Kesehatan) gitu lho,” kata Nunung.
“Mungkin ini satu prakondisi yang sebenarnya juga harus didorong ke masyarakat. Bahwa prinsip jaminan sosial iuran masyarakat itu adalah gotong royong,” ujarnya. Nunung juga meyakini bahwa adanya syarat tersebut tidak serta merta membuat masyarakat tak dilayani. “Tentu melihat case by case-nya, tapi paling tidak itu untuk membantu memberikan pemahaman ini tanggung jawab kita bareng-bareng,” kata dia. Sebagai informasi, periode uji coba kepesertaan BPJS Kesehatan sebagai syarat SKCK akan berlangsung selama dua bulan. Dimulai dari 1 Maret 2024 sampai dengan 31 Mei 2024. Keputusan ini adalah implementasi dari Peraturan Polri Nomor 6 Tahun 2023 tentang SKCK. Uji coba mulai diterapkan di 12 kantor polisi yang tersebar di 6 wilayah provinsi.