Pj. Gubernur Sulawesi Selatan, Bahtiar Baharuddin, mengungkapkan bahwa defisit anggaran provinsi mencapai Rp1,5 triliun, yang menyebabkan pernyataan bahwa daerah tersebut dalam kondisi ‘bangkrut.’ Kondisi ini disebabkan oleh masalah perencanaan anggaran yang bermasalah selama beberapa tahun di masa pemerintahan gubernur sebelumnya, dengan anggaran belanja yang tidak sesuai dengan pendapatan. Untuk mengatasi masalah ini, Pemerintah Provinsi Sulsel akan menghentikan program belanja daerah hingga akhir tahun dan menggunakan pendapatan yang benar-benar dimiliki untuk membayar defisit tersebut.
Kementerian Keuangan menanggapi pernyataan Bahtiar, menganggap penggunaan kata ‘bangkrut’ sebagai kurang tepat untuk menggambarkan situasi anggaran Sulawesi Selatan saat ini. Menurut mereka, istilah ini tidak sepenuhnya mencerminkan ketidakmampuan Pemprov Sulsel dalam melunasi utang pada tahun ini.
Menurut Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Kementerian Keuangan, Sandy Firdaus, utang yang memengaruhi keuangan Pemprov Sulsel berasal dari DBH kabupaten dan kota yang belum disalurkan pemprov. Hal ini disebabkan oleh perencanaan anggaran yang bermasalah yang memanfaatkan DBH dari daerah lain untuk belanja daerah. Untuk menghindari masalah serupa di masa depan, mereka merencanakan menerapkan opsen pajak daerah sesuai dengan Undang Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Melalui mekanisme ini, pembagian hasil pajak dan retribusi daerah akan langsung dibagi dengan daerah di bawahnya, yang akan mulai diterapkan pada tahun 2025.