Presiden Joko Widodo menyebut pendanaan transisi energi dari negara maju justru menjerat negara miskin dan berkembang dalam tumpukan utang. Pernyataan itu ia sampaikan saat Kuliah Umum di Stanford University, AS pada Rabu (15/11). Jokowi mengatakan tumpukan utang itu terjadi akibat pola pendanaan yang diberikan negara maju masih mirip dengan yang diberikan oleh bank komersial yang memberlakukan bunga tinggi. Padahal katanya, kalau benar negara maju berniat positif dalam melakukan dan mendukung transisi energi, harusnya pendanaan yang disediakan bersifat konstruktif.
Selain kritikan itu, Jokowi mengatakan selama ini proses transisi energi di dunia masih sebatas wacana saja. Transisi belum mengarah ke aksi nyata. Hal itu kata Jokowi berbeda dengan yang dilakukan Indonesia. Ia mengatakan komitmen transisi energi Indonesia tak perlu diragukan. Ia menyebut Indonesia ‘Walk the talk, not talk the talk’. Jokowi menyebut Indonesia sukses menurunkan emisi karbon 91,5 juta ton pada 2022 lalu. Kemudian, menekan laju deforestasi seluas 104 ribu hektare, merehabilitasi 77 ribu hektare kawasan hutan, dan merestorasi 34 ribu hektare hutan bakau yang seluruhnya dikerjakan dalam waktu setahun.
Jokowi menegaskan pentingnya pendanaan dan transfer teknologi dalam urusan transisi energi. Oleh karena itu, ia menekankan negara berkembang butuh investasi yang sangat besar. Ia menuntut transfer teknologi dan kolaborasi dari para negara maju, termasuk investor yang masuk ke tanah air.