Jokowi Dinilai Tak Seharusnya Hadir Dalam Musra di Istora

Kehadiran Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam acara Musyawarah Rakyat (Musra) di Istora Senayan, Jakarta Pusat dikritik. Kepala Negara seharusnya tidak menghadiri kegiatan tersebut. Itu bisa menciptakan ambiguitas peran presiden menjelang Pemilu 2024. “Presiden ini hari Minggu, datang, di Musra, Musyawarah Rakyat, yang kita tidak tahu di konstitusi itu tidak ada lembaga namanya Musyawarah Rakyat,” kata Direktur Pusat Studi Media dan Demokrasi LP3ES Wijayanto dalam telekonferensi pada Minggu, (14/5).

Wija menjelaskan, acara itu kental dengan kegiatan politik. Pihak yang datang sebagai relawannya juga mendukung tokoh tertentu untuk maju sebagai calon presiden. Jokowi dinilai harus menjauhkan diri dari kegiatan pencalonan presiden. Sebab, dia masih menjadi Kepala Negara yang bekerja. Wija menyebut Jokowi harus mengikuti kepala daerah maupun pejabat lain jika mau memberikan dukungan kepada pihak tertentu. Caranya, lanjutnya, dengan meninggalkan jabatan presiden.

Jokowi menyampaikan Musyawarah Rakyat (Musra) merupakan momentum menghasilkan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) dari kalangan akar rumput. Ia mengeklaim tokoh yang muncul dari Musra bukan suara kalangan elite. Jokowi menekankan Indonesia adalah negara besar, sehingga dibutuhkan pemimpin yang tepat. Termasuk dibutuhkan pemimpin yang mampu hadapi ketidakpaatian dunia.

Search