Jimly Asshiddiqie: Tak Ada Kewenangan Pengadilan Perdata soal Pemilu, Hakimnya Layak Dipecat

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie berkomentar keras soal putusan perdata Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang mengabulkan gugatan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) terkait proses verifikasi partai politik peserta Pemilu 2024. Putusan perkara perdata ini antara lain meminta penghentian tahapan pemilu yang adalah ranah hukum pemilu dan bukan kewenangan pengadilan perdata. Menurut Jimly, hakim perkara tersebut layak dipecat. Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY) diminta turun tangan.

Putusan pengadilan, tegas Jimly, seharusnya dilawan dengan upaya hukum berupa banding dan bila perlu sampai kasasi ketika dinilai tidak tepat. Namun, Jimly mengakui harus berkomentar keras atas putusan perdata PN Jakarta Pusat terkait gugatan Prima ini. Guru Besar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia ini menambahkan, hakim PN Jakarta Pusat dalam perkara gugatan Prima soal verifikasi partai politik peserta Pemilu 2024 ini mencampuradukkan hukum perdata dan hukum administrasi.

Bahkan, lanjut dia, hakim dalam perkara ini telah ikut campur pada persoalan pemilu yang sama sekali bukan kewenangannya dan bukan urusannya. Hukum perdata, ungkap Jimly, seharusnya mengurusi masalah perdata saja, yang itu adalah urusan privat. Ketika terbukti ada kerugian dari penggugat, hakim semestinya hanya menjatuhkan sanksi perdata. Dalam perkara gugatan Prima, Jimly berpendapat hakim telah mengacaukannya dengan persoalan administrasi yang bukan kewenangan pengadilan perdata. Menurut Jimly, hakim yang menangani gugatan perdata Prima tidak profesional dan tidak mengerti hukum pemilu, serta tidak mampu membedakan urusan privat (perdata) dengan urusan publik.

Search