Ironi Penanganan Judi “Online” di Indonesia: Bukan Barang Baru tapi Tak Juga Terselesaikan

Masalah judi online sesungguhnya bukan barang baru di Indonesia. Pusat Pelaporan dan Analisis Keuangan (PPATK) pernah merilis data yang membuat kegemparan pada akhir 2022. Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengungkapkan, terjadi peningkatan jumlah transaksi pada rekening pelaku judi online yang signifikan pada tahun 2022, yakni menjadi Rp 81 triliun dari Rp 57 triliun pada 2021. Kemudian, pada Agustus 2023, Ivan kembali mengungkapkan bahwa transaksi atau aktivitas aliran dana terkait judi online secara keseluruhan sudah mencapai Rp 200 triliun.

Hingga pada April 2024, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Hadi Tjahjanto mengungkap data yang seakan mengatakan bahwa tidak ada perbaikan dari penanganan masalah judi online di Tanah Air. Hadi melalui unggahan di akun Instagram pribadinya @hadi.tjahyanto pada 23 April 2024, menyebut bahwa nilai transaksi judi online tembus Rp 100 triliun hanya pada kuartal I tahun 2024 Dia juga menerangkan bahwa nilai transaksi judi online pada tahun 2023 tembus Rp 327 triliun. Jumlah ini merupakan himpunan dari total 168 juta transaksi.

Masifnya kasus judi online semakin menjadi perhatian karena yang terjerat mayoritas adalah masyarakat dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah. PPATK pernah menyebut bahwa dari 2017 sampai 2022, ditemukan 156 juta transaksi terkait judi online senilai Rp 190 triliun. Sehingga, diperkirakan ada sekitar 2,7 juta orang bermain judi online berdasarkan tren lima tahun tersebut. Dari jumlah tersebut, menurut PPATK, sekitar 79 persen atau 2,1 juta orang bertaruh dengan nominal di bawah Rp 100.000. Dengan kata lain, mengindikasikan mereka dari golongan menengah ke bawah. Daya rusak judi online yang makin masif dikhawatirkan memicu gelombang warga miskin baru di masa yang akan datang.

Search