Tim investigasi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM menilai penggunaan gas air mata sebagai awal penyebab terjadinya Tragedi Kanjuruhan usai laga Arema FC vs Persebaya Surabaya pada Sabtu, 1 Oktober 2022. Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam pun mempertanyakan soal perencanaan pengamanan dari kepolisian.
Anam menyatakan hasil penelusuran mereka hingga Rabu, 5 Oktober 2022, menemukan bahwa penembakan gas air mata membuat penonton panik. Padahal, menurut dia, situasi masih cukup terkendali pada beberapa menit setelah penonton mulai masuk ke lapangan. Kepanikan itu berubah menjadi tragedi setelah Aremania, sebutan untuk suporter Arema FC, tak bisa keluar stadion. Sejumlah pintu stadion dalam kondisi terkunci sehingga mereka berdesak-desakan dan kehabisan oksigen. Menurut Anam, hal itu terlihat jelas dari kondisi jenazah yang mereka lihat. Jenazah para korban, menurut dia, menunjukkan sejumlah kondisi seperti wajah membiru, mata merah dan beberapa lainnya mengeluarkan busa dari mulit.
Penggunaan gas air mata di dalam stadion untuk pengamanan pertandingan sepak bola sebenarnya sudah dilarang oleh federasi sepak bola dunia FIFA. Dalam FIFA Stadium Safety dan Security Regulations Pasal 19 ditegaskan bahwa petugas keamanan tidak diperbolehkan membawa dan menggunakan senjata api atau gas pengendali massa. Sayangnya, aturan itu tak tercantum dalam Regulasi Keamanan dan Keselamatan yang dikeluarkan PSSI. Padahal regulasi itu yang menjadi rujukan untuk melakukan pengamanan pertandingan sepak bola di dalam negeri.