Tekanan inflasi di Jawa Barat sepanjang Januari–November 2025 masih didominasi kenaikan harga pangan strategis, terutama beras, cabai merah, minyak goreng, serta komoditas lain seperti emas dan tarif air PAM. Plh Kepala Perwakilan Bank Indonesia Jawa Barat, Muslimin Anwar, menyebut inflasi tahun ini terjadi tujuh kali ini yang menunjukkan adanya ketidakseimbangan antara produksi dan harga. Anwar menilai tahun 2025 adalah paradoks: dimana produksi beras meningkat, tetapi harga di konsumen masih tinggi.
Dalam High Level Meeting Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) dan Tim Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah (TP2DD) Jabar, Muslimen menilai, hal tersebut memperlihatkan ada masalah struktural di titik-titik kritis rantai pasok yang harus dibenahi bersama. Gangguan suplai akibat cuaca, meningkatnya permintaan, serta distribusi yang belum efisien menjadi kombinasi yang memicu lonjakan harga di banyak daerah.
Inflasi di Jawa Barat juga menunjukkan pola spasial yang timpang. Kota Sukabumi, Kota Cirebon, dan Kabupaten Majalengka mencatat inflasi year-to-date (YTD) tertinggi, terutama karena tekanan pangan bergejolak. Sebaliknya, Kabupaten Subang menjadi daerah dengan inflasi YTD terendah. Bahkan Subang mengalami deflasi karena penurunan harga pada kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar pada awal tahun serta panen raya pada triwulan III dan IV.
