Utilisasi industri keramik domestik telah ditingkatkan menjadi 75 persen pada kuartal I 2025 setelah sebelumnya berada di angka 65 persen pada tahun 2024. Perbaikan tersebut telah didorong oleh implementasi kebijakan proteksi seperti Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP), Bea Masuk Anti Dumping (BMAD), dan Standar Nasional Indonesia (SNI). Namun, optimalisasi kapasitas hingga 85 persen belum dapat dicapai karena distribusi gas industri yang masih terkendala. Kebijakan subsidi Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) telah diharapkan bisa diimplementasikan sesuai ketentuan, yakni 6,5–7 dolar AS per MMBTU, terutama bagi wilayah Jawa Timur. Gangguan suplai gas dari sisi hulu telah dilaporkan masih berlangsung dan diperkirakan baru bisa diselesaikan pada Oktober 2025.
Komponen biaya energi dalam struktur produksi telah berhasil ditekan sebesar 23–26 persen melalui penerapan HGBT. Dampak positifnya juga telah dirasakan dalam bentuk penambahan investasi, penciptaan lapangan kerja, dan peningkatan kontribusi pajak. Meskipun demikian, pengawasan terhadap lonjakan impor dari China, India, dan Vietnam tetap dilakukan akibat pengalihan ekspor keramik mereka ke AS pasca tarif resiprokal. Ancaman membanjirnya keramik impor ke pasar domestik telah menjadi fokus perhatian industri lokal. Untuk itu, pasar ekspor kawasan ASEAN telah dipandang sebagai solusi strategis karena permintaan keramik yang tinggi dan populasi besar.
Pasar Asia Tenggara telah diproyeksikan sebagai target ekspor utama yang mampu menampung ekspansi industri keramik nasional. Asosiasi industri telah meminta agar suplai gas nasional diperkuat melalui Domestic Market Obligation (DMO) dan dibukanya keran impor gas. Program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN) juga telah diusulkan untuk dioptimalkan guna menjaga keberlanjutan industri lokal. Di sisi lain, Pemerintah Indonesia melalui Presiden Prabowo Subianto telah mendorong pencarian pasar ekspor baru sebagai respons atas kebijakan tarif AS yang mencapai 32 persen ditambah 10 persen tarif umum. Langkah ini dianggap perlu untuk mengatasi dampak perubahan dinamika perdagangan global akibat kebijakan Presiden AS Donald Trump.