Asosiasi Produsen Alat Kesehatan Indonesia (Aspaki) dan Himpunan Pengembangan Ekosistem Alat Kesehatan Indonesia (Hipelki) menyuarakan kekhawatiran mereka terhadap kemungkinan penghapusan kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) sebagai respons pemerintah terhadap tarif timbal balik yang diberlakukan Amerika Serikat.
Imam menjelaskan bahwa kemandirian alat kesehatan di Indonesia telah dibangun sejak 1998 saat negara mengalami krisis ekonomi, dan kemudian diperkuat pasca pandemi Covid-19 melalui penerapan TKDN. Menurutnya, pembangunan industri alat kesehatan berdampak langsung pada pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja. Senada dengan Imam, Ketua Umum Hipelki, dr Randy H. Teguh menekankan pentingnya mengingat ketahanan industri alat kesehatan pascapandemi. Ia menggunakan tagar #IndustriAlkesMenolakLupa untuk mengingatkan pemerintah akan hal tersebut.
Randy mengungkapkan bahwa industri alat kesehatan telah menyerap puluhan ribu tenaga kerja. Data menunjukkan peningkatan signifikan dari 47 perusahaan dengan 13.000 tenaga kerja pada 2019 menjadi 117 perusahaan dengan 20.500 tenaga kerja pada akhir 2022. Angka ini terus bertambah hingga mencapai 891 perusahaan pada 2025. Sementara itu, pakar kebijakan kesehatan dan Guru Besar FK-KMK UGM, Prof Laksono Trisnantoro, yang juga hadir dalam FGD tersebut, mengatakan bahwa ada ketimpangan mendasar antara permintaan teknologi kesehatan canggih dengan kemampuan pembiayaan sistem kesehatan di Indonesia. Randy juga menyebutkan kekhawatirannya bahwa pemerintah mungkin tidak hanya berencana melakukan relaksasi TKDN, tetapi eliminasi total.