Kenaikan harga BBM mendapat penolakan dari banyak kalangan, terutama buruh. Maklum, harga baru BBM sudah barang pasti membuat harga-harga naik, bahan pangan, biaya transportasi, dan barang-barang lainnya. Di sektor logistik, Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) serta Keamanan dan Keselamatan Indonesia (Komselindo) mengungkapkan BBM berkontribusi sekitar 30-40 persen terhadap besaran biaya transportasi dan angkut barang. Kenaikan harga-harga ini akan mendorong inflasi Indonesia yang per Agustus sudah di posisi 4,69 persen. Bila inflasi meningkat, maka daya beli masyarakat menjadi taruhan. Masyarakat dipercaya akan menahan belanja mereka.
Direktur Eksekutif Core Indonesia Mohammad Faisal meyakini tingkat kemiskinan akan bertambah dengan kenaikan harga BBM. BLT BBM yang diberikan pemerintah, dinilai hanya sedikit meredam efek kenaikan harga BBM. Ekonom Indef Nailul Huda memproyeksikan tingkat kemiskinan akibat kenaikan harga BBM akan mencapai 9,96-10 persen. Sementara, angka pengangguran bertambah hingga 30 ribu jiwa.
Hitungan lain disampaikan Ekonom Celios Bhima Yudhistira. Ia memprediksi persentase penduduk miskin berisiko naik menjadi 10 persen sampai 10,5 persen atau 1 juta-1,3 juta orang miskin baru. Menurut Bhima, BLT BBM hanya bisa melindungi orang miskin dalam waktu empat bulan dan tidak akan cukup mengkompensasi efek kenaikan harga BBM. Menurut Bima pemerintah perlu mempersiapkan efek berantai naiknya jumlah orang miskin baru dalam waktu dekat. Beberapa hal yang dapat dilakukan di antaranya menaikkan upah minimum dan memberikan bantuan kepada 64 juta unit UMKM.