Penyaluran kredit perbankan ke sektor industri manufaktur padat karya masih dinilai belum optimal, sehingga dinilai akan menghambat laju pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk mencapai 8%. Berdasarkan survei Bank Indonesia pada kuartal I-2025, kredit ke industri pengolahan hanya mencatat saldo bersih tertimbang sebesar 32,81%, mengalami penurunan signifikan dari 79,28% pada kuartal sebelumnya. Kondisi ini berbeda dengan sektor lain seperti pertambangan, transportasi, serta penyediaan akomodasi dan makanan yang menerima porsi pembiayaan lebih besar. Sektor manufaktur dianggap perbankan memiliki waktu pengembalian modal yang lama dan risiko yang tinggi, sehingga cenderung dihindari. Padahal, sektor ini diakui sebagai penggerak utama pertumbuhan ekonomi nasional dan kontributor terbesar terhadap struktur PDB Indonesia.
Pada kuartal I-2025, kontribusi industri pengolahan terhadap PDB tercatat mencapai 19,25%, angka tertinggi dibandingkan sektor lainnya. Meskipun demikian, perbankan belum menunjukkan dukungan signifikan melalui penyaluran pembiayaan. Dengan kontribusi besar terhadap PDB dan kemampuan menyerap tenaga kerja secara luas, sektor manufaktur padat karya dinilai memerlukan intervensi dan dukungan lebih besar dari pemerintah dan lembaga keuangan. Sektor seperti makanan-minuman serta tekstil dan garmen termasuk dalam kategori ini karena padat karya dan memiliki potensi besar untuk membuka lapangan kerja. Karena manufakturnya harus kita dorong.