Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan Undang-Undang (UU) Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM). Hal ini membuka peluang Komisioner Komnas HAM ada di setiap provinsi. UU HAM ini digugat oleh Pemohon I, yakni dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta yang juga Ketua Bidang Hukum Forum Ulama dan Habaib Jakarta Achmad Kholidin; serta Pemohon II, yakni aktivis Lentera HAM Tasya Nabila, yang teregistrasi pada 5 April 2022 dengan Nomor Perkara: 30/PUU-XX/2022. Keduanya mengajukan permohonan uji materi terkait ketentuan jumlah anggota Komisioner Komnas HAM yang tertuang di dalam Pasal 83 Ayat (1) UU HAM. Keduanya juga menggugat ketentuan dalam Pasal 85 Ayat (1), Pasal 86, dan Pasal 87 Ayat (2) huruf d.
“Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian; menyatakan kata ‘berjumlah’ dalam Pasal 83 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai berjumlah paling tinggi,” tulis amar putusan MK, dikutip Selasa (21/6/2022). “Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya; Menolak permohonan para Pemohon untuk selain dan selebihnya,” lanjut isi amar Putusan MK.
Menanggapi putusan MK tersebut, Pemohon I Kholidin berharap Komnas HAM melalui pansel dalam memilih dan menyaring para Komisioner HAM dapat transparan, dan menjauhkan dari unsur kepentingan. Terkait dengan jumlah Komisioner Komnas HAM, ia berharap bisa lebih disesuaikan dengan kebutuhan dari Komnas HAM. Sebab, wilayah Indonesia terdiri dari 34 provinsi dan masing-masing provinsi ada kantor perwakilan HAM.