Keberadaan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang saat ini mendominasi hingga 99 persen pelaku usaha di Indonesia kerap kali dibanggakan karena menjadi tulang punggu perekonomian. Namun, keberadaan UMKM dinilai tak bisa terus diandalkan jika Indonesia mau menjadi negara maju 2045.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Tauhid Ahmad mengatakan, terdapat pola pikir sebagian masyarakat yang justru menginginkan mempertahankan besarnya peran UMKM di Indonesia untuk pembangunan jangka panjang. Padahal, menurut dia, yang terpenting bukan seberapa banyak UMKM yang ada, namun sejauh apa UMKM bisa naik kelas menjadi usaha besar yang bisa memberikan dampak lebih besar pula bagi perekonomian negara. Oleh karena itu, Tauhid menekankan pada pentingnya upaya industrialisasi di Indonesia. Lewat industrialisasi, pertumbuhan ekonomi akan bisa dikejar ke level 6-7 persen sebagai batu loncatan menuju negara maju.
Direktur Smesco Indonesia Leonard Theosabrata menegaskan, di masa yang akan datang seharusnya bukan lagi membesarkan ekonomi mikro, justru memperbesar struktur ekonomi besar yang saat ini hanya persen. “Hal ini (perluas ekonomi besar) dianggap tidak populer. Padahal, kalau ekonomi mikronya semakin besar malah menciptakan ekonomi yang hanya subsisten (hanya mencukupi kebutuhan sehari-hari),” katanya. Oleh karena itu, kata Leo, ekonomi ultramikro ini yang harus diagregasi oleh ekonomi besar agar dapat merasakan efek berganda.“Future SME itu harus bentuknya dalam ekosistem, bukan lagi bicara secara individu. Tetapi bagaimana upaya kolektif menciptakan ekosistem ekonomi menjadi berdaya,” tegasnya.