Kasus perundungan pada salah satu sekolah swasta di Serpong, Tangerang Selatan menjadi perbincangan publik belakangan ini. Kasus perundungan itu dilakukan oleh sekelompok remaja laki-laki yang tergabung dalam “Geng Tai”. Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim menanggapi hal itu. Dia menilai, ada dua faktor mendasar dalam problematika perundungan (bullying) di satuan pendidikan.
Pertama adalah faktor struktural mengenai peraturan sekolah yang ditetapkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Satriwan menduga bahwa sekolah internasional yang melakukan tindakan bullying ini, merasa tidak memiliki kewajiban untuk mengikuti peraturan pemerintah. Faktor kedua adalah sosio-kultural, yang membuat dampak bullying lebih luas. Lebih lanjut, Satriwan melihat ada tradisi-tradisi tertentu yang banyak terjadi di sekolah-sekolah Indonesia, seperti senioritas.
Karenanya, para guru serta pemangku kebijakan di satuan pendidikan harus lebih jeli melihat praktik-praktik seperti ini. “Kalau sudah sembilan generasi saya pikir seharusnya itu sudah diketahui guru atau kepala sekolah dan menjadi rahasia umum,” katanya. Selain itu, intervensi dari alumni dan kakak kelas juga ikut mempengaruhi peserta didik untuk melakukan bullying. Seperti ‘meneruskan’ apa yang dilakukan alumni maupun kakak kelas mereka di era sebelumnya.