Film Dirty Vote ramai dibicarakan publik sejak pertama kali ditayangkan di Youtube pada 11 Februari lalu. Film berdurasi 117 menit ini menampilkan tiga pakar hukum tata negara yang mengungkap apa yang mereka sebut sebagai kecurangan dalam proses pemilihan presiden tahun 2024. Tim kampanye Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming, sebelum film itu resmi dirilis di Youtube, menuding bahwa para pembuat Dirty Vote telah melakukan fitnah. Pro dan kontra hingga kini masih terus mengiringi film yang telah ditonton lebih dari 6,7 juta kali tersebut. Perbincangan terkait materi film itu belum surut di media sosial.
BBC News Indonesia berbicara kepada sejumlah pakar tentang bagaimana masyarakat semestinya bersikap terhadap Dirty Vote, di tengah riuh rendah tuduhan dan klaim dari berbagai kelompok. Berikut rangkumannya. Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu berkata bahwa film Dirty Vote tidak termasuk produk jurnalistik. Namun, kata dia, bukan berarti film itu berisi fiksi atau berita bohong. Alasannya, materi yang disajikan tiga pakar, yaitu Bivitri Susanti, Zainal Arifin Mochtar, dan Feri Amsari, merupakan fakta pengadilan, rekam peristiwa dalam rangkaian Pilpres, dan analisis akademis.
Ninik mendorong publik untuk mencari sumber informasi lain untuk melengkapi pemahaman mereka terkait isu yang dipaparkan film Dirty Vote. Respons masyarakat untuk terus menggali informasi benar dan akurat, termasuk pasca kemunculan film Dirty Vote, disebut Ninik sebagai proses penting dalam demokrasi Indonesia.