Dewan Pers Ungkap Risiko Draf Bermasalah RKUHP pada Media Massa

Dewan Pers mengungkap Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) membuat media massa rentan melakukan swasensor (self-censorship). Ketua Komisi Hukum Dewan Pers Arif Zulkifi menyebut swasensor ini terjadi sebab RKUHP memiliki pasal-pasal yang membatasi kebebasan pers. Nantinya, kata Arif, pihaknya menilai swasensor yang terjadi di media massa dapat merugikan masyarakat secara luas. Sebab, menurutnya, media memiliki peran untuk memastikan segala sesuatu yang menyangkut kepentingan masyarakat umum diketahui publik. “Publik berhak untuk tahu apapun menyangkut kepentingan mereka sebagai public. Soal penanganan pandemi, pengurusan KTP, pengurusan SIM, tembak-menembak antara dua perwira polisi itu publik berhak untuk tahu,” ujarnya.

Sementara itu, sambungnya, media massa atau pers merupakan alat atau perpanjangan tangan bagi masyarakat untuk mendapatkan informasi itu. “Jadi pers itu diberi wewenang menjalankan hak publik untuk tahu tadi, karenanya dari situlah kemudian pers bekerja. Jadi prinsip dasar dari kerja jurnalistik adalah hak publik untuk tahu,” ungkapnya.

Pasal-pasal ini dinilai dapat menghambat kebebasan pers dan bertentangan dengan UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. Salah satu yang bertentangan adalah hukuman bagi jurnalis yang dianggap membuat berita bohong. Ia mengatakan selama ini masyarakat yang menganggap satu berita bermasalah dalam proses pembuatannya ataupun hasilnya, dapat melaporkan hal itu kepada Dewan Pers. Kemudian, Dewan Pers akan melakukan mediasi antara pihak media dengan pelapor.

Search