Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan, Budi Gunawan, mengungkapkan bahwa transaksi penyelundupan di Indonesia selama empat tahun terakhir telah mencapai Rp 216 triliun. Aktivitas penyelundupan ini mencakup berbagai modus operandi, termasuk ketidaksesuaian dokumen, ekspor-impor ilegal, serta penyalahgunaan zona perdagangan bebas. Dampaknya sangat merugikan produk lokal karena persaingan yang tidak sehat. Dalam satu tahun ini saja, desk penyelundupan yang dibentuk berhasil melakukan 213 tindakan penyelundupan yang melibatkan berbagai jenis produk seperti garmen, tekstil, rokok, dan minuman keras.
Sri Mulyani, Menteri Keuangan, menyampaikan bahwa sejak awal 2024, Direktorat Jenderal Bea Cukai telah menangani 31.275 kasus penyelundupan yang berdampak pada kerugian negara hingga Rp 3,9 triliun. Setiap bulan, rata-rata lebih dari 5.000 penindakan dilakukan. Barang-barang yang disita dari berbagai upaya penyelundupan bernilai sekitar Rp 6,1 triliun, mencakup berbagai produk mulai dari narkotika hingga mesin elektronik. Dalam satu minggu pada November saja, pihak bea cukai menggagalkan penyelundupan senilai Rp 49 miliar, dengan perkiraan kerugian negara sebesar Rp 10,3 miliar.
Penindakan juga dilakukan terhadap komoditas impor dan ekspor tertentu. Bea Cukai tercatat melakukan 12.495 penindakan impor dengan nilai barang sekitar Rp 4,6 triliun, terutama pada tekstil dan produk-produk terkait. Untuk ekspor flora dan fauna, termasuk benih lobster, terdapat 382 penindakan dengan nilai barang Rp 255 juta. Khusus di bidang cukai, sebanyak 710 juta batang rokok berhasil ditindak dengan nilai barang mencapai Rp 1,1 triliun.