Busyro Muqqodas, AMAN, Hingga Walhi Gugat UU IKN ke Mahkamah Konstitusi

Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang pendahuluan pengujian formil Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (UU IKN) pada Senin (25/4/2022). Perkara nomor 54/PUU-XX/2022 tersebut diajukan Busyro Muqoddas, Trisno Raharjo, Yati Dahlia, Dwi Putri Cahyawati, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), serta Yayasan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI). Dalam persidangan, para pemohon yang diwakili kuasa hukumnya, Ermelina Singareta, mengatakan proses pembentukan UU IKN tidak menerapkan partisipasi dalam arti sesungguhnya (meaningfull participation) sebagaimana dimaksud pada putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020. Menurut dia, hal ini dapat ditelaah dari proses pembentukan UU 3/2022 yang dibuat secara singkat.

Dalam permohonannya, para pemohon juga menyebutkan, pembentukan UU IKN bertentangan dengan asas kedayagunaan dan kehasilgunaan, setiap pembentukan peraturan perundang-undangan seharusnya memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Para pemohon meminta MK menyatakan UU IKN bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Menanggapi permohonan tersebut, Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul menyarankan para pemohon untuk memperbaiki sistematika permohonan dengan melihat Peraturan MK Nomor 2 Tahun 2021. Para pemohon juga disarankan menjelaskan kedudukan hukum secara tegas, berkaitan dengan uraian kerugian konstitusional atau dugaan konstitusional yang dialami. Sementara itu, Hakim Konstitusi Saldi Isra menyarankan para pemohon untuk menjustifikasi kedudukan hukum. “Harus dijelaskan di masing-masing pemohon apakah dia terdampak langsung atau orang yang concern atau dua-duanya. Nah itu harus dicantumkan dalam legal standing. Sehingga tergambar apa hubungan atau terkaitan antara pemohon dan permohonan pengujian formil ini,” kata dia.

Search