Direktur Utama PT Aneka Tambang Tbk (Antam), Nicolas D. Kanter, membantah tuduhan keterlibatan perusahaannya dalam kasus korupsi yang merugikan negara hingga Rp 5,9 kuadriliun. Isu ini mencuat di media sosial setelah Kejaksaan Agung mengusut kasus emas palsu 109 ton yang terungkap tahun lalu. Nico menegaskan bahwa angka tersebut tidak benar dan telah dibantah oleh Kejaksaan Agung. Antam berkomitmen untuk memperbaiki tata kelola perusahaan demi menjaga kepercayaan publik serta memastikan bahwa seluruh emasnya telah tersertifikasi oleh London Bullion Market Association (LBMA).
Meskipun demikian, Antam mengakui adanya masalah dalam dokumentasi dan ketidaksesuaian aturan terkait sumber emas yang berasal dari tambang ilegal. Nico menegaskan bahwa perusahaan tidak memiliki kewenangan untuk memverifikasi asal-usul emas hingga ke tingkat tambang. Oleh karena itu, ke depannya, Antam hanya akan memproses emas dari kontrak karya atau yang berasal dari impor untuk menghindari pelanggaran regulasi. Kejaksaan Agung sendiri telah menetapkan tujuh tersangka baru dalam kasus ini, yang diduga melakukan penyalahgunaan jasa manufaktur Unit Bisnis Pengelolaan dan Pemurnian Logam Mulia (UBPPLM) PT Antam.
Tersangka dalam kasus ini dituduh melekatkan merek Antam pada logam mulia tanpa kerja sama resmi dengan perusahaan. Mereka diduga bersekongkol dengan enam tersangka lainnya, termasuk General Manager UBPPLM PT Antam dalam kurun waktu 2010-2021. Para tersangka berasal dari berbagai latar belakang, baik swasta maupun individu. Kasus ini menjadi perhatian publik karena melibatkan salah satu BUMN besar, meskipun Antam telah menegaskan bahwa sertifikasi emasnya tetap terjaga sesuai standar internasional.