Praktik outsourcing kembali disorot karena dinilai sarat masalah, mulai dari ketidakpastian karier hingga upah minim yang hanya setara Upah Minimum Provinsi (UMP), bahkan setelah puluhan tahun bekerja. Sejumlah pekerja berusia 40–50 tahun dilaporkan masih berstatus outsourcing tanpa jenjang karier dan menerima upah rendah, seringkali tidak sesuai kontrak. Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menyampaikan bahwa kontrak UMP seringkali tidak diikuti oleh pembayaran riil yang layak. Menanggapi hal ini, Presiden Prabowo Subianto telah menginstruksikan agar sistem outsourcing dihapus secepat mungkin. Sebagai tindak lanjut, Kementerian Ketenagakerjaan sedang menyusun Peraturan Menteri (Permenaker) dengan mengakomodasi masukan dari berbagai pihak.
Berbagai persoalan seperti pemindahan kegiatan inti ke pihak ketiga, lemahnya perlindungan sosial, serta sulitnya pembentukan serikat pekerja disebut telah ditimbulkan oleh sistem outsourcing. Penegasan konstitusional juga diberikan, mengingat hak atas pekerjaan dan perlakuan yang adil dijamin oleh Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 28D ayat (2) UUD 1945. Dalam peringatan Hari Buruh, Presiden Prabowo menegaskan pentingnya pembentukan Dewan Kesejahteraan Buruh Nasional guna membahas penghapusan sistem ini secara menyeluruh. Namun, ia mengingatkan agar reformasi dilakukan dengan tetap menjaga iklim investasi dan keberlangsungan usaha. Prabowo juga berkomitmen mempertemukan pemimpin buruh dan pengusaha untuk menemukan jalan tengah demi kesejahteraan bersama.