Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) meminta para guru berbagai jenjang pendidikan di Daerah Istimewa Yogyakarta mengajarkan siswa berpikir kritis terhadap konten atau informasi yang tersebar di media sosial. Tujuannya untuk mencegah paparan radikalisme. Kasubdit Bina Masyarakat Direktorat Deradikalisasi BNPT RI Kolonel Pas Sujatmiko menuturkan perkembangan teknologi informasi membuat tren penyebaran paham radikal berubah dari luar jaringan menjadi dalam jaringan. Sehingga internet dan medsos menjadi alat yang kuat untuk menyebarkan propaganda kepada generasi muda.
Sujatmiko menyebut terduga teroris Zakia Aini (ZA) yang melakukan penembakan di Mabes Polri, Jakarta, pada 2021 adalah salah satu contoh generasi muda yang terpapar paham radikal melalui media sosial. Berdasar hasil survei BNPT pada 2020, kata dia, disimpulkan bahwa faktor yang paling efektif mereduksi potensi radikalisme adalah diseminasi sosial media, internalisasi kearifan lokal, serta perilaku kontra-radikal.
Untuk membentengi siswa dari propaganda radikal, tambah Sujatmiko, guru sebagai pendidik memiliki peran membimbing generasimuda menjadi individu yang bertanggung jawab dan menjunjung tinggi nilai perdamaian. Dia menambahkan hingga penyebaran ideologi terorisme masih masif mulai dari level kampus, sekolah, bahkan hingga pendidikan anak usia dini (PAUD). Dengan tantangan itu, para guru sebagai pendidik perlu membangun lingkungan belajar yang aman, inklusif, bukan eksklusif.