Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengingatkan seluruh calon ibu untuk memperhatikan nutrisi sejak remaja agar di masa depan tidak melahirkan anak yang stunting. “Apabila orang tua tidak memberikan asupan gizi yang baik, anak berpotensi mengalami stunting, demikian juga apabila ibu yang masa remaja dan masa kehamilan kurang mendapat asupan nutrisi dan laktasi, juga akan mempengaruhi pertumbuhan dan otak anak,” kata Penyuluh KB Ahli Utama BKKBN Dwi Listyawardani dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (1/2/2024).
Dwi menyampaikan hal tersebut mewakili Kepala BKKBN Hasto Wardoyo dalam webinar “Pencegahan Stunting melalui Manajemen Gizi dan Pola Asuh Anak” yang dilaksanakan secara daring pada Rabu (31/1/2024) lalu. Dwi juga menegaskan pola makan konsumsi juga menjadi salah satu faktor penyebab stunting. Rendahnya akses terhadap makanan dengan nilai gizi tinggi serta menu makanan yang tidak seimbang biasanya terjadi karena orang tua kurang memahami konsep asupan gizi baik sebelum, saat, dan setelah melahirkan.
“Oleh karena itu, seorang ibu harus paham tentang gizi. Ibu yang cerdas sadar akan nutrisi, dan seorang ibu juga harus tahu kalau stunting adalah gagal tumbuh secara optimal akibat kurangnya nutrisi pada 1.000 hari pertama kehidupan, di mana kekurangan nutrisi paling sering terjadi justru pada saat kehamilan,” tuturnya. Terkait pola konsumsi yang bisa memunculkan stunting, Dwi menyebutkan beberapa perilaku konsumsi kurang gizi makro, di antaranya kurang protein hewani, kurang sayur dan buah, kurang gizi mikro, rendahnya praktik inisiasi menyusui dini (IMD), tidak memberikan ASI eksklusif selama enam bulan dan makanan pendamping ASI (MPASI). Dwi juga mengemukakan bahwa pemantauan pertumbuhan dan perkembangan anak sangat penting dilakukan, dan bisa dilakukan secara berkala melalui pengukuran antropometri yang kemudian dibandingkan dengan standar pengukuran kecukupan pertumbuhan, dan mengidentifikasi gangguan pertumbuhan sejak dini (berdasarkan anjuran Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO).