Menteri Keuangan Sri Mulyani semakin serius akan mengenakan cukai minuman berpemanis dalam kemasan atau MBDK mulai 2025. Hal itu seiring meningkatnya kasus diabetes terutama pada anak-anak. Rencana itu termuat dalam Buku II Nota Keuangan RAPBN 2025. Pengenaan cukai terhadap MBDK tersebut dimaksudkan untuk mengendalikan konsumsi gula dan pemanis yang berlebihan. Sri Mulyani mengatakan sejatinya cukai minuman berpemanis sama dengan untuk rokok.
Direktur Riset di Bright Institute Andri Perdana mengatakan pengenaan cukai MBDK tidak akan serta merta menurunkan konsumsi gula di masyarakat. Pasalnya berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS), proporsi MBDK hanya 48 persen dari seluruh konsumsi minuman berpemanis yang ada di Indonesia. Sedangkan 52 persen konsumsi minuman berpemanis lainnya berasal dari produk lain seperti minuman yang dijual di jalan, toko, cafe, serta minuman yang dibuat sendiri di rumah. Di lain sisi, penerapan cukai MBDK diprediksi akan menurunkan tingkat penjualan secara signifikan. Andri mengatakan berdasarkan kajian Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI), kenaikan harga MBDK sebesar Rp500 saja sudah dapat mengurangi minat pembelian 48 persen responden.
Karena itu, ia menilai sejatinya sulit mengharapkan cukai kepada produk MBDK akan berpengaruh terhadap penurunan konsumsi gula yang signifikan dan menyeluruh karena yang ditargetkan baru salah satu jenis produk bergula, bukan gula itu sendiri. Ia menduga pemerintah menghindari membebankan cukai ke gula secara langsung karena komoditas pemanis itu merupakan bagian dari sembako. Kalau cukai dikenakan pada gula katanya, itu bisa berpengaruh pada lonjakan inflasi dan daya beli masyarakat yang sejatinya sekarang sudah mengalami tekanan.