Dua pasangan calon presiden dan wakil presiden, yakini Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sama-sama ingin membentuk Badan Penerimaan Negara jika menang Pilpres 2024. Kalangan akademisi di universitas pun mengkritisi rencana kedua calon pemimpin Indonesia itu dalam membentuk badan khusus penerimaan negara atau dengan artian seperti rencana pemisahan Direktorat Jenderal Pajak dari Kementerian Keuangan, seperti rencana yang pernah bergulir juga di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Ekonom dari Universitas Diponegoro Wahyu Widodo menilai, rencana pembentukan badan baru untuk mendorong penerimaan negara sama saja seperti membuka ruang kembali inefisiensi organisasi birokrasi di pemerintahan. Sebab, beban anggaran akan bertambah dengan adanya pengoperasian lembaga baru di bawah presiden. Ia menganggap, yang dibutuhkan Indonesia saat ini untuk mengoptimalkan penerimaan negara dan mendorong peningkatan tax ratio adalah perbaikan data wajib pajak serta mengurangi beban tarif dan administrasi perpajakan.
Pandangan serupa disampaikan oleh Ekonom dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Eddy Junarsin. Ia menganggap, ketimbang membentuk badan baru, yang lebih penting bagi pemimpin mendatang adalah fokus berupaya merealisasikan rendahnya tarif pajak, karena menjadi salah satu faktor kunci untuk meningkatkan kepatuhan, rasio pajak, serta penerimaan negara. “Kalau perpajakan tinggi perusahaan kan sulit tumbuh. Tapi kan kalau perusahaan makin banyak, karyawan banyak, pengangguran turun, sehingga menghasilkan banyak uang, kalau pengangguran turun berarti konsumsi meningkat, pertumbuhan ekonomi naik, akhirnya kan juga pendapatan negara meningkat,” ungkapnya.