Ahli hukum tata negara dari Themis Indonesia, Feri Amsari menilai, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian tak paham konsep putusan peradilan. Hal ini berkaitan dengan Tito yang mengatakan pembentukan peraturan pelaksana khusus mengenai pengangkatan penjabat kepala daerah hanya pertimbangan Mahkamah Konstitusi (MK), bukan amar putusan yang harus dilaksanakan. Dia menjelaskan, membaca putusan peradilan tidak hanya amar putusan, melainkan keseluruhan. Dia menuturkan, amar ialah pokok putusan dan pertimbangan merupakan bagian dari putusan itu sendiri.
Pada 12 Mei 2022, Mendagri Tito melantik penjabat gubernur Banten, Gorontalo, Kepulauan Bangka Belitung, Sulawesi Barat, dan Papua Barat. Feri menyebut, pengangkatan penjabat lima gubernur ini tidak sah lantaran pemerintah tidak menerbitkan peraturan turunannya. Perintah pembentukan peraturan pelaksana atau regulasi teknis pengangkatan penjabat kepala daerah secara eksplisit tertuang dalam pertimbangan MK pada putusan nomor 15/PUU-XX/2022. Melalui peraturan pelaksana itu, MK ingin memastikan proses pengangkatan penjabat kepala daerah terukur dan jelas serta berlangsung demokratis, transparan, dan akuntabel.
Program Manager Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Fadli Ramadhanil menilai, pengangkatan lima penjabat gubernur itu rentan digugat karena tidak memenuhi dasar hukum yang diperintahkan MK. “Secara hukum, SK pengangkatan itu sangat rentan untuk digugat dan dibatalkan oleh PTUN,” ujar Fadli, Senin (16/5). Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), Armand Suparman juga mendesak pemerintah segera membuat peraturan pelaksana tersebut. Sebab, masih ada 101 penjabat kepala daerah yang akan dilantik pada 2022 dan 170 kepala daerah pada 2023.