AS Kenakan Tarif Impor Tekstil hingga 47 Persen, RI Terancam PHK Massal

Amerika Serikat telah menetapkan tarif impor sebesar 47 persen terhadap produk tekstil asal Indonesia sebagai bagian dari kebijakan tarif resiprokal yang diumumkan Presiden Donald Trump. Tarif ini diterapkan secara bertahap dengan tambahan 10 persen selama masa penundaan 90 hari, sembari dilakukan negosiasi. Produk yang paling terdampak meliputi tekstil, garmen, alas kaki, furnitur, dan udang, yang kini menghadapi bea masuk lebih tinggi dibanding negara pesaing regional. Akibat kebijakan ini, biaya ekspor Indonesia meningkat signifikan, menurunkan daya saing produk di pasar AS. Pemerintah telah mengirim delegasi ke AS untuk menawarkan kerja sama strategis guna meredam dampak tarif, termasuk di sektor energi dan industri.

Penerapan tarif tinggi ini diperkirakan mengancam sekitar 1,2 juta tenaga kerja di Indonesia, khususnya di sektor tekstil dan produk tekstil (TPT). Penurunan ekspor ke AS yang diprediksi mencapai 20–24 persen dapat menyebabkan PHK massal, termasuk di sektor informal seperti petani dan industri kimia dasar. Selain itu, minyak sawit mentah (CPO) juga berpotensi kehilangan puluhan ribu pekerja. Upaya diversifikasi pasar ekspor dinilai belum cukup kuat untuk mengimbangi dampak dari hilangnya pasar AS. Harga barang yang meningkat akibat tarif juga menurunkan permintaan internasional, sehingga memukul industri padat karya di dalam negeri.

Sebagai respons, pemerintah menyiapkan insentif untuk memperkuat industri TPT nasional, termasuk pembiayaan, pelatihan SDM, serta pengawasan terhadap produk impor dan transshipment ilegal. Penguatan pasar domestik dianggap penting mengingat kebutuhan sandang dalam negeri sangat besar. Praktik pengalihan negara asal barang (transshipment) tengah diperketat melalui validasi dokumen asal barang seperti SKA atau COO. Kinerja ekspor industri TPT yang sebelumnya mencapai USD 11,96 miliar pada 2024 dan menyerap hampir 4 juta tenaga kerja kini terancam penurunan tajam.

Search