Elite politik diingatkan untuk tidak mempertontonkan manuver yang jauh dari rasa empati terhadap masyarakat. Mulai dari pesta seremonial mewah, perebutan panggung kekuasaan, hingga isu kenaikan gaji fantastis, semua itu menuai kritik tajam publik. Pengamat politik sekaligus Ketua Umum Ganjarist, Kris Tjantra, menilai fenomena tersebut sebagai bukti nyata ketidakpekaan elite terhadap penderitaan rakyat.
Menurutnya, aksi para elite itu semakin memperlebar jarak antara rakyat dan pemimpin. “Masyarakat butuh keberpihakan nyata, bukan pesta pora di tengah krisis. Rakyat antre minyak goreng, tapi elit antre kursi jabatan. Ini pelecehan terhadap akal sehat publik,” sambungnya. Kritik serupa juga menggema di media sosial. Warganet ramai menyuarakan kekecewaan atas perilaku elite yang dianggap hanya memikirkan diri sendiri. Kris mengingatkan, bila fenomena ini terus berlanjut, kepercayaan rakyat terhadap politik dan demokrasi bisa tergerus habis.
Kekecewaan publik juga tercermin dari aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR/MPR, Jakarta Pusat, Senin (25/8). Massa yang terdiri dari mahasiswa, pelajar, dan masyarakat umum menuntut DPR membatalkan rencana kenaikan gaji dan tunjangan, membuka transparansi penghasilan anggota dewan, hingga menghentikan dominasi oligarki politik. Selain itu, ia juga menyoroti program Koperasi Desa Merah Putih yang dinilai belum jelas arah pelaksanaannya. Kris menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas agar program tersebut tidak menjadi ladang penyalahgunaan.