Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Manu Afrida, mengatakan bahwa ancaman pada kebebasan pers dan kebebasan berpendapat di Indonesia saat ini terus mengemuka dan nyata adanya. “AJI mengecam tindakan teror yang dialami oleh YF. Tindakan ini merupakan bentuk nyata pembungkaman terhadap kebebasan berpendapat yang dijamin oleh konstitusi dan UU Pers No 40/1999,” kata Nany Afrida dalam keterangannya kepada Media Indonesia, Minggu (25/5).
Neny menilai teror terhadap YF selaku penulis opini bertajuk ‘Jenderal di Jabatan Sipil: Di Mana Merit ASN?’ di Media Detik.com bukan hanya serangan terhadap individu dalam hal berekspresi, tetapi juga ancaman terhadap kebebasan pers, hak publik atas informasi, dan pilar-pilar demokrasi yang sehat. Neny menekankan bahwa pembungkaman terhadap penulis opini tersebut memperpanjang daftar gelap kasus intimidasi atas kebebasan berekspresi dan berpendapat di Indonesia pada pemerintahan Presiden Prabowo. Ia kemudian menyebut beberapa kasus serupa seperti penarikan lagu Bayar, Bayar, Bayar oleh Band Sukatani, siswa di Kota Bogor yang merekam dan mengkritik porsi MBG namun dipaksa membuat video permintaan maaf, hingga mahasiswa ITB yang ditangkap lantaran membuat meme Jokowi dan Prabowo.
Untuk itu, AJI mengajak seluruh media, organisasi jurnalis, masyarakat sipil, dan publik luas untuk bersolidaritas melawan segala bentuk teror dan upaya pembungkaman. Dikatakan bahwa suara-suara kritis adalah oksigen bagi demokrasi. “Ketika satu suara dibungkam, maka yang terancam bukan hanya orang itu, tetapi kita semua,” kata Nany.