Ketua Umum Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA) Bima Laga menyebut peningkatan artificial intellegence (AI/kecerdasan buatan) di e-commerce dapat menjadi salah satu faktor pemicu yang dapat mempercepat hadirnya kebijakan penerapan AI di Indonesia. Beberapa penerapan AI di e-commerce yang sering digunakan masyarakat. Beberapa di antaranya ialah chatbot untuk layanan pelanggan, rekomendasi personal saat berbelanja, asisten virtual, pengenalan gambar, hingga yang lebih canggih seperti optimasi rantai pasok.
Bima mengatakan pemanfaatan AI di e-commerce Indonesia saat ini memang masih dalam tahapan awal. Namun, sudah memberikan solusi yang efisien kepada pelaku usaha dan industri. Menurut dia, pada tahap awal inilah pemerintah harus memiliki ancang-ancang untuk mulai mendalami potensi, peluang, serta sisi negatif dari AI untuk industri. Sehingga ketika adopsi AI semakin canggih di e-commerce, pemerintah sudah memiliki payung hukum yang tepat untuk mengaturnya.
Dia berharap regulasi untuk penerapan AI di ekosistem digital bisa lebih cepat disiapkan agar nanti inovasi teknologi tersebut bisa memberikan manfaat yang lebih optimal, sementara efek negatifnya bisa diatasi dengan baik. “Dulu butuh waktu sekitar sembilan sampai 10 tahun menyiapkan regulasi untuk e-commerce, dengan kondisi industri sudah ada sejak 2009 dan 2010 sedangkan regulasinya baru ada di 2019. Pemerintah sekarang harus siap sebelum jauh-jauh hari (untuk menyiapkan regulasi AI), jadi kita (Indonesia) tidak kaget nantinya,” kata Bima. Saat ini di Indonesia belum ada regulasi khusus yang mengatur penerapan AI, namun, Indonesia telah memiliki “Strategi Nasional Kecerdasan Artifisial Indonesia” (Stranas KA) yang dirilis pada 2020 sebagai salah satu bentuk antisipasi konkret dari Pemerintah Indonesia untuk penerapan AI yang beretika.