Sebagian besar pekerja rentan di Indonesia masih belum mendapatkan perlindungan jaminan sosial melalui BPJS Ketenagakerjaan. Kelompok ini terdiri dari pekerja di sektor informal dengan pendapatan tidak menentu yang rentan terhadap risiko ekonomi, termasuk kemiskinan. Berdasarkan data yang tersedia, dari total 61,08 juta pekerja informal yang memenuhi syarat untuk menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan, sebanyak 30,85 juta masuk dalam kategori pekerja rentan, yakni mereka yang berada pada desil 1 hingga 4 dalam klasifikasi kemiskinan ekstrem menurut program P3KE. Namun, hingga akhir 2024, hanya 3,1 juta dari kelompok ini yang telah terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan, sehingga masih terdapat sekitar 27 juta pekerja rentan yang belum memiliki perlindungan sosial yang memadai.
Secara keseluruhan, tingkat partisipasi pekerja formal dalam BPJS Ketenagakerjaan relatif tinggi, dengan 35,3 juta pekerja penerima upah (PU) yang telah terdaftar, mencakup 86,74% dari total pekerja sektor formal yang memenuhi syarat. Di sisi lain, tingkat kepesertaan pekerja informal masih tergolong rendah, yakni baru mencapai 16,21% dari total pekerja informal yang eligible. Dalam kategori PU, terdapat 8,4 juta pekerja dari sektor usaha kecil dan menengah (UKM), yang ditargetkan meningkat menjadi 9,5 juta peserta pada tahun berikutnya. Sementara itu, untuk pekerja informal yang termasuk dalam kategori bukan penerima upah (BPU), pertumbuhan jumlah peserta mengalami lonjakan signifikan dalam beberapa tahun terakhir, dari hanya 2,5 juta pada 2020 menjadi 9,9 juta peserta pada akhir 2024.
Dalam upaya memperluas cakupan kepesertaan pekerja rentan, BPJS Ketenagakerjaan terus berkoordinasi dengan kementerian, lembaga pemerintah, serta pemerintah daerah guna meningkatkan partisipasi pekerja informal dalam program jaminan sosial. Selain itu, dorongan terhadap kebijakan yang mewajibkan perlindungan sosial bagi penerima Kredit Usaha Rakyat (KUR) kecil dinilai menjadi langkah strategis dalam mempercepat perluasan cakupan perlindungan tenaga kerja. Dengan berbagai tantangan yang masih dihadapi, optimalisasi regulasi dan kolaborasi lintas sektor menjadi kunci dalam memastikan bahwa lebih banyak pekerja, terutama yang berada dalam kondisi rentan, dapat memperoleh akses terhadap perlindungan sosial yang berkelanjutan.