Bagi anggota Dewan Pertimbangan Presiden Sidarto Danusubroto, perayaan hari lahirnya yang ke-88 tahun tidak hanya menjadi ajang untuk bersyukur, namun juga tempat menyampaikan buah pikir. Ajudan terakhir Presiden Pertama RI, Ir Soekarno tersebut menyampaikan keprihatinannya mengenai demokrasi yang kini terjadi di negeri ini.
Pada acara tersebut, diluncurkan pula buku “Jalan Terjal Perubahan, Dari Ajudan Bung Karno sampai Wantimpres Joko Widodo”. Hadir dalam acara itu antara lain Ketua Wantimpres Wiranto, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, dan Wakil Presiden RI Keenam Try Sutrisno. Menurut Sidarto, dia bisa memahami bagaimana Presiden Soekarno dulu menerapkan demokrasi terpimpin hingga kemudian digantikan Presiden Soeharto. Belajar dari pengalaman itu, seharusnya demokrasi yang dijalankan di Indonesia saat ini didasarkan pada hukum.
Pada kesempatan itu, Ketua Wantimpres Wiranto menyebut Sidarto sebagai sosok yang tidak pernah berhenti berpikir. Hal itu dibuktikan dengan kesibukan Sidarto memberikan ceramah atau berdiskusi dengan berbagai kalangan sehingga pemikirannya terus terasah. Dari pengamatan dan pergaulan di Wantimpres, kata Wiranto, terus berpikir merupakan salah satu resep yang membuat Sidarto menjadi sosok yang terus relevan. Sama-sama pernah menjadi ajudan presiden, yakni Sidarto sebagai ajudan terakhir Presiden Soekarno. Sementara Wiranto menjadi ajudan ke-28 dari Presiden Soeharto, Sidarto juga dinilai sebagai sosok yang bisa melebur dengan banyak kalangan.