80% Dampak Banjir Sumatra Dipicu Kerusakan Lingkungan

Skala kerusakan akibat banjir bandang yang melanda tiga provinsi di Sumatera tidak sepenuhnya disebabkan oleh cuaca ekstrem. Peneliti utama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Profesor Erma Yulihastin, menyebut energi Siklon Senyar hanya berkontribusi sekitar 20 persen terhadap dampak bencana, sementara 80 persen lainnya dipicu oleh kerusakan lingkungan.  

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat, banjir bandang yang terjadi di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat pada akhir November lalu menyebabkan sedikitnya 1.059 orang meninggal dunia, 192 orang dinyatakan hilang, serta 147 rumah rusak. Jumlah korban tersebut lima kali lebih besar dibandingkan bencana Siklon Seroja di Nusa Tenggara Timur pada 2021, meski keduanya sama-sama merupakan siklon tropis kategori 3.

Menurut Erma, besarnya dampak bencana di Sumatra berkaitan erat dengan alih fungsi lahan dan lemahnya tata ruang. Ia merujuk jurnal American Meteorological Society yang menunjukkan bahwa tutupan lahan di darat berpengaruh terhadap pergerakan badai di laut. Erma juga memproyeksikan Sumatra sebagai wilayah dengan tingkat kerentanan tertinggi terhadap perubahan iklim di Indonesia hingga 20 tahun mendatang. Berdasarkan 14 model proyeksi iklim hingga 2040, wilayah Sumatera Utara dan Riau diprediksi paling rentan terhadap hujan dan angin ekstrem, terutama pada periode Desember–Januari. Karena itu, ia menekankan pentingnya penguatan kesiapsiagaan dan mitigasi bencana.

Search