Aliansi Mentawai Bersatu menolak Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2022 tentang Provinsi Sumatera Barat (UU Sumbar) yang disahkan DPR pada 30 Juni lalu. Aliansi menilai UU tersebut bermasalah lantaran tidak memuat pasal mengenai kebudayaan asli Minangkabau secara menyeluruh. UU Sumbar disebut hanya menjelaskan satu kebudayaan mayoritas yaitu budaya Minangkabau. Padahal, Sumbar memiliki 19 kabupaten/kota dengan kebudayaan yang beragam.
Dalam penolakan itu, aliansi menyoroti pasal 5 huruf C yang menjelaskan perihal adat dan budaya Minangkabau yang didasari pada nilai falsafah Islam. Beleid pasal itu berbunyi: Adat dan budaya Minangkabau berdasarkan pada nilai falsafah, adat basandi syara’, syara’ basandi kitabullah sesuai dengan aturan adat salingka nagari yang berlaku sesuai dengan adat salingka nagari yang berlaku, serta kekayaan sejarah, bahasa, kesenian, desa adat/nagari, ritual, upacara adat, situs budaya, dan kearifan lokal yang menunjukkan karakter religius dan ketinggian adat istiadat masyarakat Sumatera Barat.
Ketua Aliansi Mentawai Bersatu, Yosafat Saumanuk menyampaikan, pasal tersebut secara jelas tidak memuat kebudayaan Sumbar lain seperti kebudayaan Arat Sabulungan atau kebudayaan lokal Mentawai. Hal itu menurutnya dapat mematikan secara perlahan kebudayaan Mentawai. Aliansi Mentawai Bersatu mendesak DPR dan pemerintah untuk merevisi UU Sumbar tersebut dengan menambahkan dan mengakomodir keberadaan kebudayaan Mentawai sebagai salah satu karakteristik Provinsi Sumatera Barat.