Dewan Pertimbangan Presiden

DEWAN PERTIMBANGAN PRESIDEN

MEMBERDAYAKAN KUNJUNGAN KERJA DENGAN MENGAMATI DAYA SAING MASYARAKAT FEDERASI RUSIA DARI SISI BUDAYA

 Foto AC

oleh A. Chasib

Kunjungan kerja Anggota Wantimpres dan rombongan ke Rusia pada bulan April 2017 memberi peluang untuk melakukan pengamatan daya saing masyarakat Federasi Rusia sehingga mereka dapat menjadi salah satu negara yang kuat di dunia. Memang kunjungan rombongan tidak bermaksud untuk melakukan studi banding atau kajian tentang budaya, namun dari kesempatan yang ada digunakan untuk melakukan interaksi dan kunjungan ke beberapa sentra publik melakukan pengamatan langsung. Pengamatan lapangan ini memang tidak didukung oleh data konkrit dan hanya berdasar pada wawancara dari sampel mayarakat yang dijumpai pada sentra masyarakat secara random, serta tempat lain yang menjadi pusat pertemuan wisatawan manca negara.

Pengamatan yang dillakukan di sela-sela kunjungan bukanlah pendapat yang pasti tapi merupakan hasil pengamatan literatur, pengalaman interaksi sebelumnya, dan mengkompilasi pendapat dari beberapa anggota rom-bongan. Dari keterbatasan data yang ada bukan berarti pengamatan lapangan ini juga minim, sebaliknya dengan dialog langsung dengan berbagai level golongan dan masyarakat yang ditemui, merupakan fakta yang merefleksikan bagaimana sikap dan budaya masyarakat Rusia sesungguhnya. Apa yang ditemui dalam interaksi dengan masyarakat pada situasi nonformal dan interaksi sosial secara terbuka ternyata tidak jauh berbeda dengan apa yang dijumpai pada saat melakukan kunjungan resmi. Interaksi formal yang kami peroleh juga memproyeksikan bahwa demikianlah budaya masyarakat Rusia.

Tentunya hal timbul di benak kita adalah perbandingan dengan Indonesia, dan tidaklah berfikiran sempit yang membandingkan dengan alasan ini dan itu. Penulis berusaha melihat dari sisi umum yang sering dialami oleh masyarakat Indonesia yang berkunjung, namun kurang merasakan atau mungkin tidak menuangkannya dalam tulisan sehingga pengalamannya tidak ditorehkan dalam benak orang lain. Pembentukan budaya tidaklah semudah apa yang direncanakan, karena kehadirannya tentunya melalui kristalisasi nilai-nilai kehidupan masyarakat Rusia yang bergulir dari waktu ke waktu dengan perkembangannya sehingga membentuk karakter menjadikannya masyarakat yang maju.

Kalau kita melihat kelahiran bangsa Indonesia tentunya tidak sepanjang sejarah Rusia, yang jauh meninggalkan pengalaman membentuk suatu kolektifitas nilai, belum lagi mengupas pengaruh penjajahan Belanda yang menggerus nilai-nilal yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia kala itu. Pada ungkapan ini akan mengambil perbandingan daya saing dari penggalan waktu sejarah kedua negara dari titik singgung yang mungkin untuk melakukan perbandingan. Titik singgung dimaksud adalah menarik waktu dengan kondisi yang mendekati, artinya kedua negara pada kondisi merdeka dan suasana kehidupan yang mapan. Walau tidak sebanding dari tinjauan berbagai sisi namun penggalan sejarah kehidupan pada kurun waktu tertentu itu yang akan dijadikan parameter pengukuran agar ada perbandingan dengan maksud menyadarkan dan memicu kemampuan untuk meningkatkan budaya berdaya saing bangsa.

Kesan pertama datang dari penerimaan petugas bandara yang begitu rigid dan tidak terlalu memperhatikan ketertiban dan kebersihan melukiskan bahwa pendekatan keamanan menjadi prioritas. Tidak salah, namun apabila melihat secara sepintas agak berbeda dengan apa yang berlaku di negara lain umumnya, termasuk Indonesia. Bisa diberikan acungan jempol karena pembatas dan alur gerakan menuju petugas imigrasi sudah jelas, baik arah dan batasannya, tidak mengenal lipatan kertas/uang di dalam passport atau dukungan petugas atas pejabat. Sayangnya petugas tidak terlalu peka dengan mereka yang membawa anak kecil atau bayi, suara tangisan bayi mendering di telinga tidak mempengaruhi petugas untuk mempersilahkan terlebih dahulu ibu-ibu yang sibuk mengurus bayi karena ingin segera menyusu.

Pengecekan dokumen pun tidak semudah bayangan kita, karena tetap teliti bukan hanya asli atau palsunya dukumen tetapi juga tulisan yang tertera, ditambah lagi pengamatan wajah dengan tatapan tajam meyakinkan bahwa personil dimaksud bukan berniat jahat. Sudah bukan masanya melakukan tindakan bribe atau sogokan untuk kelancaran dan kemudahan, dari sisi budaya sogok saja sudah jelas mereka tidak mengenalnya lantas bagaimana dengan petugas kita. Tindakan positif yang perlu dijadikan acuan adalah sekali melakukan pengecekan secara ketat namun tidak ada setelah itu, artinya pengecekan hanya sekali dan tidak mengada ada atau mencari kesalahan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa komitmen mengambil keputusan yang dilakukan petugas menjadi tanggung jawab secara keseluruhan. Perilaku semacam ini penting dibangun di masyarakat Indonesia yang ketat melakukan pemeriksaan namun masih ada sesuatu dibaliknya.

Kapan aparat kita akan menyudahi perilaku menekan atau mencari kesalahan yang dapat kita temui di saat kita membawa banyak barang atau buntelan barang yang tidak meyakinkan karena tampilan kampungan. Bisa kita tidak sependapat, tapi cobalah melongok apa yang terjadi pada terminal internasional yang menerima kedatangan TKI dan penumpang lainnya. Sangat terasa, masih melekat budaya tradisional yang cenderung represif “peninggalan Belanda” yang tidak percaya atau mungkin mempersulit sesama wargapun. Tidak kurang berita yang termuat di media bagaimana perilaku petugas di bandara, belum lagi bila mengupas masalah perilaku penawar jasa angkutan dan sebagainya. Bukan untuk mengungkit keburukan akan tetapi membandingkan bagaimana perlunya memperbaiki perilaku untuk membangkitkan daya saing memajukan bangsa.

Hidup sosial tidak bisa dihindari dan perilaku menjadi salah satu tonggak majunya suatu bangsa karena turut mempengaruhi secara kolektif tata kehidupan masyarakat yang kemudian melahirkan pemimpinnya. Sangat ironis apabila dalam tata kehidupan masyarakat saja tidak dapat berbuat baik, apalagi di saat memegang amanah tentu tidak jauh berbeda.
Banyaknya kasus korupsi pejabat bukanlah semata salah mereka tetapi kita juga salah karena tidak membantu memperbaiki perilaku dan budaya baik dari nilai-nilai yang sesungguhnya sudah ada. Budaya memandang materi menjadi ukuran keberhasilan seseorang perlu dikikis sedini mungkin melalui pendidikan awal dan bersama didengungkan secara nasional pada berbagai level komponen bangsa.

Mengejar ketertinggalan tidak terlalu sulit selama ada kemauan untuk terus berdaya saing pada berbagai aspek, namun melalui budaya sebagai tumpuan awal merupakan keharusan mutlak. Program revolusi mental pemerintah belum memberi efek konkrit salah satu sebabnya adalah masih terfokus pada human capital sementara social capital-nya belum tersentuh. Tidaklah heran apabila revolusi mental dapat dikatakan jalan ditempat, tidak berarti pada perubahan pada nilai-nilai kebaikan karena perubahan hanya pada aksi sikap backmind-nya sementera hatinya masih dikotori oleh arogansi materi dan jabatan, serta kekuasaan. Perbaikan nilai dan perlilaku menjadi pilar kesuksesan untuk melakukan daya saing, sudah keharusan berkompetisi karena untuk maju tidak ada jalan lain kecuali bersaing.

Persaingan perorangan, kelompok, provinsi bahkan sampai antar Negara harus menjadi persepsi bersama guna mencapai tujuan dan cita-cita nasional. Gerakan secara menyeluruh sudah terwadahi dengan modal dasar bangsa Indonesia yaitu common dominator Pancasila. Bukan alasan kita tidak berani bersaing atau merasa kurang percaya diri karena sejarah, teknologi atau lainnya. Tidak akan ada yang merubah negara kita menjadi maju dan berani bersaing kecuali datang dari masyarakatnya, sebaliknya tidak kurang Negara luar yang justru ingin melihat Indonesia sebagai Negara tidak sukses dan tidak mampu bersaing. Upaya untuk melemahkan hams menjadi acuan untuk waspada pada setiap tindakan dalam rangka membangun Negara dan bersaing pada berbagai bidang. Kewaspadaanpun juga harus dilakukan pada semua level dari Negara sampai pada per-orangan, karena ancaman dan tantangan justru mudah berpengaruh pada sikap perorangan yang kemudian menjadi kekuatan kolektif.

Pengamatan singkat dapat disimpulkan bahwa kehebatan Rusia dibentuk karena masyarakatnya yang menciptakan budaya perilaku bersaing untuk kepentingan bersama, menyingkirkan kepentingan pribadi atau kelompok yang menganggu kepentingan nasional. Berlimpahnya kekayaan aspek alamiah tidak menjadikannya manja dan diam menerima apa yang tersedia, tapi sebaliknya mengeksplor aspek tersebut didasari pada karakter berdaya saing sehingga proses perbaikan budaya untuk kepentingan bersama mencapai Negara kuat, yang maju dan kuat. Demikianlah uraian singkat sebagai buah pikir rombongan Anggota Wantimpres bidang pertahanan keamanan dalam melakukan kunjungan kerja ke Federasi Rusia. MARI TINGKATKAN KEMAUAN BERSAING KITA.

Moskow, April 2017

Search