Setelah melakukan kunjungan kerja ke Korea Selatan, Anggota Wantimpres Sidarto Danusubroto didampingi Sekretaris Anggota Sudiman Tarigan melanjutkan kunjungan kerja ke Hongkong. Setibanya di Hongkong langsung mengadakan pertemuan dengan Konsul Jenderal RI untuk Hongkong dan Macao, Yul Edison, Minggu (30/6). Acara dilanjutkan dengan Dialog Wawasan Kebangsaan di KJRI yang dihadiri oleh sekitar 50 orang terdiri dari Pejabat dan Staf KJRI, Dharma Wanita, Diaspora, dan perwakilan PMI.
Data yang didapatkan dari KJRI di Hongkong dan Macao ada sekitar 200.000 WNI dimana 153.000 di antaranya merupakan Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang bekerja di sektor rumah tangga. Pada tahun 2024 saja ada sekitar 16.000 PMI yang bekerja di Hongkong dengan mekanisme pengiriman melalui Private to Private (P to P).
Dalam dialog yang diadakan, berbagai permasalahan PMI disampaikan peserta yang hadir, khususnya perwakilan PMI, diantaranya terkait masalah over charging dimana biaya yang menjadi tanggungan calon PMI sering membengkak sampai berkisar 50 juta. Utang PMI atas biaya ini biasanya diangsur dari pendapatan bulanan PMI. Persoalan akan bertambah jika PMI yang bersangkutan memutus kontrak kerja secara sepihak dan secara langsung meninggalkan tempat kerja sebelum kontrak berakhir, maka sesuai hukum setempat, PMI harus mengganti uang sebesar 1(satu) bulan gaji dasar yang diterima. Demikian pula sebaliknya apabila majikan memutuskan kontrak kerja secara sepihak dan secara langsung, harus mengganti sebesar 1(satu) bulan gaji PMI kepada PMI tersebut. Para PMI di Hongkong dan juga semua pekerja domestik asal negara penempatan manapun lainnya, menerima penghasilan sebesar HKD 4,870 dollar Hongkong (sekitar Rp.10 juta) bersih, dengan biaya akomodasi serta makan yang ditanggung oleh pengguna jasa sepenuhnya. Penghasilan PMI ini masih jauh dari nilai UMR penduduk Hongkong (di kisaran HKD 14,000 per bulan) namun demikian ketentuan ini mengikuti peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah Hongkong. Terkait masih rendahnya nilai penghasilan PMI, Sidarto meminta kepada KJRI agar mengupayakan negosiasi kepada pemerintah Hongkong agar dapat menaikan nilai penghasilan PMI kita, terutama bagi PMI yang sedang dan sudah pernah bekerja di Hongkong saat akan memperpanjang kontrak kerja mereka atau untuk yang akan balik lagi bekerja ke Hongkong.
Persoalan lain yang di sampaikan adalah mengenai asuransi kesehatan dan biaya pemulangan ke Indonesia jika ada PMI yg meninggal dunia. Dokumen PMI juga banyak yang dipegang oleh agensi. PMI di Hongkong juga banyak yang mendapat perlakuan tidak baik dari majikan (ada yg tidur di kursi dan sebagainya). PMI yang sakit juga sering di PHK oleh majikan secara sepihak. Sementara jam kerja sering tidak menentu (walaupun ada kontrak kerja yang sudah di sahkan oleh KJRI). Pihak KJRI sendiri cukup aktif dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh PMI.
Sidarto juga melakukan peninjauan loket pelayanan di KJRI, baik loket pengaduan maupun pelayanan imigrasi untuk perpanjangan Paspor dan sebagainya. Dimana pada hari minggu biasanya dimanfaatkan oleh PMI untuk mengurus berbagai keperluan di KJRI.
Disaat yang bersamaan di KJRI juga sedang mengadakan pelatihan membuat kue (nastar) bagi PMI untuk menambah keterampilan memasak mereka.
Dari KJRI Sidarto dan rombongan melanjutkan perjalanan mengunjungi Victoria Park untuk bertemu dan berdialog dengan PMI. Hadir dari berbagai komunitas (biasanya sesuai dengan daerah asalnya). Dalam kesempatan itu, selain dialog Sidarto juga memberikan beberapa bingkisan kepada PMI dengan menyampaikan berbagai pertanyaan. Sebelum meninggalkan acara, Sidarto berpesan agara PMI dapat menjaga diri dan menjaga nama naik Indonesia, selalu cinta NKRI dan Pancasila, bekerja dengan …