Peningkatan kesejahteraan petani menjadi kunci Indonesia dalam memperkokoh ketahanan pangan dan memperkuat jalan menuju kedaulatan pangan. Peningkatan kesejahteraan petani harus dilakukan di hulu (on farm) dan di hilir (off farm). Di hulu pemerintah harus mampu menjamin tersedianya sarana produksi pertanian seperti bibit unggul, pupuk kimia dan pupuk organik (pupuk majemuk), pembasmi organisme pengganggu tanaman (OPT) dan terjaminnya air.
Sementara di hilir adanya jaminan penghasilan petani yang antar lain bisa dilakukan dengan penetapan harga acuan pembelian pemerintah (HPP) terbaik dan off taker lewat BUMN sektor pangan juga Bulog di bawah koordinasi Badan Pangan Nasional (Bapanas).
Demikian disampaikan anggota Dewan Pertimbangan Presiden Republik Indonesia (Wantimpres RI) Dr H Soekarwo, SH., M.Hum dalam Kuliah Umum Kepemimpinan Strategis Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga dengan tema “Ketahanan Pangan Menuju Indonesia Maju 2045” di Surabaya, Sabtu (30/9/2023).
Menurut Soekarwo, memastikan kesejahteraan petani sangat penting dalam upaya memenuhi kecukupan pangan dari dalam negeri tanpa impor. Hingga saat ini Indonesia masih harus melakukan impor untuk beberapa komoditi pangan utama, seperti beras untuk menjamin stok, kedelai, gula, dan daging sapi. “Bahkan terigu yang konsumsinya terus meningkat, mencapai 11 juta ton, kita impor 100 persen,” ucapnya.
Pakde Karwo menjelaskan peningkatan produksi dan produktivitas komoditas pangan perlu didorong melalui berbagai inovasi.
Menurut Gubernur Jawa Timur periode 2009-2019 ini, keterjangkauan harga pangan juga tidak hanya dipengaruhi oleh surplus dan defisit produksi dalam negeri, tetapi juga dipengaruhi oleh ketersediaan pasokan dan kelancaran distribusi komoditas pangan.
Oleh karena itu, dia menekankan agar tata kelola pangan di agar tata kelola pangan di Indonesia selain difokuskan pada upaya meningkatkan produksi pangan lokal juga perlu memastikan kesiapan logistik untuk memastikan kelancaran distribusi pangan antar-daerah dan antar-pulau dari daerah yang surplus ke daerah yang membutuhkan.
Pakde Karwo mencontohkan inovasi sejumlah daerah yang sukses meningkatkan produksi pangan dan kesejahteraan petani, yaitu beras di Kabupaten Ngawi dan Jagung di Kabupaten Tuban. “Inovasi di Ngawi dengan menggunakan pupuk organik terhadap lahan 1.706 hektar dan mekanisme pengairan menggunakan sumur memakai energi listrik. Hasilnya luar biasa mampu menghasilkan produksi 7,4 ton gabah kering giling per hektar,” kata Pakde Karwo.
Pemerintah Kabupaten Ngawi juga memberikan bantuan alsintan (alat mesin pertanian) seperti traktor kepada kelompok tani setempat dan melakukan pembinaan serius terhadap petani muda/milenial. “Ngawi menjadi daerah dengan produktivitas padi tertinggi nasional,” ujarnya.
Sementara itu, Pemerintahan Kabupaten Tuban melakukan inovasi yang berhasil meningkatkan produksi Jagung. “Petani Jagung di Tuban menggunakan benih jagung hibrida dan pupuk majemuk (campuran pupuk organik dan kimia) dan memanfaatkan pompa air dengan sumber energi listrik lewat kerja sama Pemerintah Kabupaten Tuban dan PLN. Hasilnya produktivitas jagung di Tuban mencapai 8 ton per hektar dan tertinggi nasional,” katanya.
Menurut Pakde Karwo, kepemimpinan kepala daerah di Ngawi dan Tuban berperan penting dalam meningkatkan produksi pangan. “Kepemimpinan kepala daerah dan inovasi daerah mampu meningkatkan produksi pangan. Ini perlu dikembangkan di daerah pertanian dan penghasil pangan lainnya,” ujarnya.
Pakde Karwo menambahkan kedepan kita memerlukan lebih banyak lagi peraturan yang mendukung peningkatan produksi pangan. Misalnya, peraturan harga benih dan gabah yang pro petani; peraturan pengadaan bahan baku tebu yang memihak petani dan lainnya. Selain itu, penguatan Badan Pangan Nasional, Bulog dan BUMN yang bergerak di sektor pangan juga harus dilakukan. “BUMN harus dapat berperan besar ketika terjadi kelangkaan stok pangan dan disparitas harga yang tinggi, oleh karena itu BUMN pangan perlu diperkuat dari sisi permodalan agar komoditas tidak seluruhnya diatur oleh pihak swasta,” tegasnya