Anggota Dewan Pertimbangan Presiden, Sidarto Danusubroto menyampaikan Kuliah Umum Kebangsaan secara daring dengan tema Menjaga Kedaulatan dan Kejayaan NKRI berdasarkan Pancasila, UUD 1945, dan Bhineka Tunggal Ika. Kuliah Umum Kebangsaan tersebut diselengarakan pada tanggal 13 Oktober 2021 dalam rangka memperingati dua dasawarsa President University.
Dalam kuliah umum, Sidarto menyampaikan bahwa Keberagaman merupakan suatu anugerah, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) didirikan oleh Founding Fathers untuk semua suku, etnis, agama, dan golongan yang ada di Indonesia. “Indonesia yang pluralistik, multikultural, multietnik, dan multiagama adalah suatu keniscayaan yang harus dirawat dan dijaga keharmonisannya”, kata Sidarto.
Berbagai upaya dilakukan oleh pihak-pihak tertentu untuk merusak keharmonisan di Indonesia, dengan cara mengganti ideologi negara dengan ideologi yang lain. Bentuk negara ingin diubah dengan bentuk yang sesuai dengan keinginan mereka. Demikian juga dengan kebhinekaan dianggap sebagai sesuatu yang harus dihilangkan dari bumi Indonesia. “Kondisi ini terjadi karena ada kelompok yang mencoba melupakan sejarah berdirinya Republik ini yang dibangun di atas keberagaman suku, etnis, maupun agama”, ujar Sidarto.
Selanjutnya Sidarto menyampaikan bahwa Empat Pilar Kebangsaan harus dipahami seperti sebuah bangunan yang masing-masing memiliki fungsi yang berbeda namun merupakan suatu bangunan utuh yang saling mendukung dan melengkapi. Jika diibaratkan sebuah rumah: Pancasila merupakan fondasi atau dasarnya; UUD 1945 adalah tiang penyangga; Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan dinding dan atapnya, sementara Bhineka Tunggal Ika merupakan isi dari bangunan tersebut yang sangat beragam.
Sidarto berpesan bahwa Pancasila harus menjadi ideologi yang hidup dan bekerja (living and working ideology). Tantangan terhadap persatuan dan kesatuan bangsa saat ini semakin berat karena kadar nasionalisme bangsa Indonesia juga mengalami erosi. “Nasionalisme sesungguhnya diakui sebagai paham yang dapat mengakomodir berbagai perbedaan, baik agama, suku, budaya, bahkan politik, dengan cara menghargai perbedaan-perbedaan yang ada, sehingga dengan demikian dapat memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa”, tegas Sidarto. (AIP)