Pidato Kebudayaan Sidarto Danusubroto: Bung Karno, Keberagaman dan Kebangsaan

Anggota Dewan Pertimbangan Presiden, Sidarto Danusubroto yang juga merupakan Ajudan terakhir Bung Karno menyampaikan Pidato Kebudayaan dengan tema Bung Karno, Keberagaman dan Kebangsaan. Pidato Kebudayaan tersebut diselenggarakan oleh Pusat Kajian Demokrasi dan Hak-hak Asasi Manusia (PUSDEMA) Universitas Sanata Dharma secara daring pada tanggal 27 Agustus 2021.

Dalam pidatonya, Sidarto menyampaikan bahwa pada tahun ini, Indonesia memperingati HUT RI ke-76. Kemerdekaan Indonesia dapat tercapai atas perjuangan seluruh rakyat Indonesia dan tentunya dengan peran tokoh-tokoh bangsa yang berjuang begitu gigih. Beberapa tokoh bangsa diantaranya adalah: Bung Karno, Bung Hatta, Syahrir, Tan Malaka, dan lain-lain.

Berbicara tentang Bung Karno senantiasa menarik dan relevan sepanjang zaman. Sosok Bung Karno bukan hanya milik dan dikagumi bangsa Indonesia, namun juga menjadi idola banyak kalangan dan sudah menjadi ”milik dunia”. Bahkan tokoh sekelas Mahatir Muhammad pun (Mantan Perdana Menteri Malaysia) dengan bangga menjuluki dirinya sendiri sebagai ”Soekarno Kecil”.

Bung Karno wafat dengan tetap memelihara idealismenya, mewariskan berbagai pemikiran dan konsep, seperti Pancasila dan Trisakti, yang membuat Indonesia sangat dihargai dan mendapat tempat terhormat di mata negara-negara lain. Trisakti yang dijabarkan sebagai “Berdaulat dalam bidang politik”, “Berdikari dalam bidang ekonomi”, dan “Berkepribadian dalam kebudayaan” merupakan rumusan yang digali Bung Karno selama menghadapi usaha-usaha imperialis yang ingin menghancurkan Indonesia.

Sebagai Bangsa, keberagaman yang dimiliki Indonesia merupakan anugerah, Bangsa Indonesia jangan pernah melupakan sejarah (JAS MERAH: Jangan Sekali-sekali Melupakan Sejarah). Founding fathers mendirikan negara ini untuk semua suku, etnis, agama, dan golongan yang ada di Indonesia. Bangsa dan Negara ini bukan hanya untuk kalangan tertentu, namun menurut Bung Karno: “satu untuk semua, semua untuk satu, dan semua untuk semua”. Pemikiran Bung Karno ini sangat relevan dengan kondisi Indonesia sebagai bangsa yang pluralistik, multikultural, multietnik, dan multiagama. Jika ‘semua merasa untuk semua’ maka tidak akan ada suku, etnis atau agama yang merasa lebih berhak dari yang lain. Semua anak bangsa memiliki hak dan kewajiban yang sama.
Berbagai upaya dilakukan oleh pihak-pihak tertentu untuk merusak keharmonisan di Indonesia, dengan cara mengganti ideologi negara dengan ideologi yang lain. Bentuk negara ingin diubah dengan bentuk yang sesuai dengan keinginan mereka. Demikian juga dengan kebhinekaan dianggap sebagai sesuatu yang harus dihilangkan dari bumi Indonesia. Kondisi ini terjadi karena ada kelompok yang mencoba melupakan sejarah berdirinya Republik ini yang dibangun di atas keberagaman suku, etnis, maupun agama.

Pertumbuhan dan penyebaran intoleransi radikalisme, terorisme, dapat dihambat jika bangsa Indonesia memiliki fondasi yang kokoh dan benteng yang kuat. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memberikan pemahaman yang baik dan benar tentang Empat Pilar Kebangsaan kepada generasi penerus bangsa. Empat Pilar harus dipahami seperti sebuah bangunan yang masing-masing memiliki fungsi yang berbeda namun merupakan suatu bangunan utuh yang saling mendukung dan melengkapi. Jika diibaratkan sebuah rumah: Pancasila merupakan fondasi atau dasarnya; UUD 1945 adalah tiang penyangga; Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan dinding dan atapnya, sementara Bhinneka Tunggal Ika merupakan isi dari bangunan tersebut yang sangat beragam.

Sidarto berpesan bahwa Pancasila harus menjadi ideologi yang hidup dan bekerja (living and working ideology). Tantangan terhadap persatuan dan kesatuan bangsa saat ini semakin berat karena kadar nasionalisme bangsa Indonesia juga mengalami erosi. Nasionalisme sesungguhnya diakui sebagai paham yang dapat mengakomodir berbagai perbedaan, baik agama, suku, budaya, bahkan politik, dengan cara menghargai perbedaan yang ada, sehingga dengan demikian dapat memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa. (AIP)

Search