Oleh A. Chasib
Dari udara nampak permukaan Pulau Bangka di bawah penuh dengan lubang-lubang berair yang tidak tertata, permukaan halus terusik dengan pandangan yang menyesakkan. Setelah sepintas melakukan rangkaian perbandingan hasil pandangan dari udara sampai mendekati permukaan bahkan saat mendarat, pikiran masih belum dapat menjawab bagaimana mengatasi lubang-lubang pengganggu pandangan, agar menjadi lebih enak dipandang.
Tersadar peralihan pikiran setelah gemuruh pesawat terasakan, oh sudah mendarat rupanya pesawat yang kami tumpangi. Melanjutkan kembali pandangan ke airport yang dikelilingi pepohonan rindang seolah menutup kekecewaan selama memandang dari udara. Memang sekejap terlupakan bayangan buruk permukaan Pulau Bangka dan Belitung dari udara.
Sambutan nyanyian dan tabuhan rabbana menyentak pikiran berikutnya, suara penyanyi begitu indah didengar meski kurang mengerti artinya, begitu juga tepakan ke kulit kambing yang menjadi alat rabbana. Belum menikmati keindahan lantunan penari dan penyanyi sepenuhnya, satu persatu tamu dikalungi kain sebagai tanda pengikat persaudaraan. Begitu ikhlasnya mereka membuka diri dan menerima seseorang bergelar “pejabat” meskipun belum tahu sepenuhnya karakter Pejabat tersebut.
Akhir sambutan pembawa acara ditutup dengan nasihat-nasihat dan doa kepada semua rombongan, terenyuh hati seolah tidak percaya di jaman modern di tengah globalisasi masih mencuat keihlasan dan ketulusan mendoakan dan mengingatkan orang lain untuk berbuat baik, menyadarkan keutaman syurga dan menghindari neraka. Memang penyambut tidak lah dalam usia muda yang enak dipandang tapi untaian lagu dan puisinya menusuk perasaan untuk mengoreksi diri.
Mencuat rasa bangga ternyata budaya daerah tak pupus oleh teknologi globalisasi, tarian dan suara merdu diiringi tepukan kulit kam-bing merekatkan persatuan dan mempertegas kebhinekaan. Kain corak tradisional yang melingkar di leher tak sehebat gemerlap produk masa kini, tetapi nilai corak itu menunjukkan lebih cinta produk sendiri. disambut masyarakat lokal dengan senyuman sebagai pembuktian kebenaran tarian dan lagu bagi pendatang.
Kunjungan demi kunjungan kerja ke instansi dilakukan sesuai jadwal dan diperoleh kesamaan budaya lokal khususnya tentang penyimpangan maupun tindak kejahatan di tengah masyarakat, habitat manusia memiliki kebaikan dan keburukan, masyarakat Bangka Belitung masih dominan dengan tata kehidupan yang baik. Kekuatan ini membuat masyarakat Bangka Belitung dapat mempertahankan kearifan budaya lokal, menghambat bahkan menghilangkan ekses globalisasi.
Bukti kekuatan kebhinekaan dan mempertahankan budaya melawan ekses globalisasi harusnya menjadi acuan daerah lain walau berbeda nilai maupun budaya lokalnya. Kunci kemampuan menghadapi ekses globalisasi ternyata pada kekuatan mempertahankan nilai luhur dan budaya.
Harusnya kita ikut memperkuat benteng tersebut dengan kesadaran bahwa budaya dan nilai kearifan lokal jauh lebih cocok dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Bukan berarti tidak menerima nilai positif globalisasi tapi pendirian benteng-benteng kekuatan yang berasal dari nilai luhur dan budaya semata untuk menangkal ekses negatif globalisasi. Pancasila sudah mencakup segalanya, tidak perlu lagi mencari-cari ideologi yang lebih hebat dari Pancasila. Pancasilalah yang sesuai dengan karakter dan jati diri bangsa. Benteng-benteng itu mampu berbuat sampai kapanpun, selama kita menjaganya.
Merosotnya pemahaman Pancasila karena kita tidak mau dan tidak mau tahu lagi mengerti nilai-nilai dan lahirnya Pancasila. Kita ingin semua orang mengaplikasikannya, tapi lupa ketauldanan kunci utama. Para pejabatlah yang harus memulai memberi contoh baik kebersihan hati dan keadilan dalam bertindak. Akan sangat sulit menjaga benteng ekses globalisasi apabila para pejabatnya belum mampu memulai contoh-contoh ketauladanan baik dalam kehidupan di tengah masyarakat maupun di kantor. Mari kita jaga kearifan lokal dan budaya masing-masing daerah, untuk memperkuat benteng menghadapi ekses globalisasi, jangan silau apalagi terkejut atas perubahan global karena apapun, kondisi lokal akan lebih sesuai dengan tata kehidupan kita. (AC)