Mencermati sejarah pergerakan nasional Indonesia, pendidikan merupakan sumber inspirasi, motivasi dan kekuatan untuk menjadi bangsa yang merdeka dan berdaulat. Sampai-sampai dalam “Polemik Kebudayaan 1935”, Sutan Takdir Ali-sjahbana berujar bahwa “Pekerjaan pembangunan bangsa sebagai pekerjaan pendidikan”. Dalam hal ini John Naisbitt dan Patricia Aburdene (Megatrend, 2000), berujar pula bahwa, tepi Asia Pasifik telah memperlihatkan kepada semua orang bahwa suatu negara miskin pun bangkit. Bahkan tanpa dengan sumber daya alam yang melimpah, asalkan negara yang bersangkutan melakukan investasi yang cukup dalam hal sumber daya manusia. Bagaimana pun, terobosan yang paling menggairahkan dari abad ke-21 akan terjadi bukan karena teknologi, melainkan karena konsep yang meluas tentang apa artinya menjadi manusia itu.
Mengingat, bangsa Indonesia akan memperingati Hari Kebangkitan Nasional ke – 119 (1908 – 2017), memperingati Hari Pendidikan Nasional 2 Mei 2017, dan akan menyambut Hari Kemerdekaan ke-72 (1945 – 2017). Sementara itu, wujud dan perwujudan Sistem Pendidikan Nasional yang “mencerdaskan kehidupan bangsa” sekaligus “investasi SDM” dalam pembangunan bangsa masih terasa jauh dari yang dicita-citakan. Maka, memperhatikan perjalanan ke depan dengan berbagai persoalan, seperti “bonus demografi” dan perwujudan “Visi-misi Nawa Cita”, dan untuk memperoleh “konsep teoritis dan praktis” ke arah “revitalisasi, revalidasi dan reformulasi”, seputar pendidikan dan pembangunan bangsa, Bapak A. Malik Fadjar, Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), mengadakan Pertemuan Terbatas dengan tema “Seputar Revitalisasi Pendidikan Dan Pembangunan Bangsa” bertempat di Kantor Wantimpres (14/3). Pertemuan terbatas ini juga dihadiri oleh para Sekretaris Anggota Wantimpres.
Hadir sebagai narasumber dalam pertemuan tersebut yaitu Prof. H.S. Dillon, Tokoh HAM dan Sosial Ekonomi; Prof. Dr. Fasli Jalal, Wakil Menteri Pendidikan Nasional pada 2010-2011; Prof. H. Furqon, M.A., Ph.D., Rektor Universitas Pendidikan Indonesia; Prof. Dr. H. Djaali, Rektor Universitas Negeri Jakarta; dan Prof. Dr. Azyumardi Azra, Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. (MEL)