Pengadaan Alutsista yang transparan, akuntabel dan berorientasi pada penguatan industri pertahanan diperlukan dalam rangka pembangunan pertahanan, termasuk pemeliharaan maupun perbaikan menuju proses untuk terwujudnya kekuatan pokok minimum (Minimum Essential Force/MEF), diharapkan terjadi pada Tahun 2024. Selain itu, hal ini penting untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih dan terpercaya sebagai salah satu agenda prioritas RPJMN 2015-2019. Kebutuhan Alutsista akan terus ada dan untuk memenuhinya diperlukan biaya yang sangat besar. Dengan demikian, pengadaan Alutsista ini juga harus dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat Indonesia.
Atas dasar tersebut, Bapak M. Yusuf Kartanegara, Anggota Dewan Pertimbangan Presiden, mengadakan Diskusi Terbatas mengenai “Pengadaan Alutsista TNI yang Transparan, Akuntabel, dan Berorientasi pada Penguatan Industri Pertahanan” (23/02). Diskusi Terbatas ini dihadiri oleh Bapak Subagyo Hadisiswoyo, Anggota Wantimpres, beserta para Sekretaris Anggota Wantimpres. Narasumber diskusi adalah Mayjen TNI (Purn) T.B. Hasanuddin (Anggota Komisi I DPR RI), Laksamana TNI (Purn) Sumardjono (Ketua Tim Pelaksana Komite Kebijakan Industri Pertahanan), Laksmana Muda TNI Ir. Leonardi, MS.c. (Kepala Badan Sarana Pertahanan, Kemhan), Laksamana Pertama TNI Moelyanto (Wakil Asisten Logistik TNI), dan Mufti Makarim (Pengamat Militer).
Dalam dinamika Industri Pertahanan (Indhan), terdapat tiga pilar yaitu Pemerintah, Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP), dan Pengguna (TNI, Polri, serta K/L pengguna alat dan peralatan hankam). Dalam UU Nomor 12/2012 tentang Industri Pertahanan, terdapat kewajiban untuk membentuk KKIP yang bertugas mengkoordinasikan kebijakan nasional dalam pengelolaan Indhan. Ketua KKIP adalah Presiden, sedangkan Ketua Harian adalah Menhan. Kebutuhan pengguna menjadi driven utama Indhan, namun pengguna pun diwajibkan untuk menggunakan produk dalam negeri. Dari Diskusi Terbatas, ditemukan empat permasalahan terkait pengadaan Alutsista, yaitu struktural, kebijakan, kultural, serta tata kelola. (DKP)